Kamis, 01 Mei 2014

Cerita Kuliner Trip: Angkor Wat, Siem Reap, Cambodia (Kamboja) - nuraisya blog

Siem Reap, 18 Februari 2014
Sekilas tampilan kota Siem Reap
Penerbangan kami dari Bangkok menuju Siem Reap, Kamboja tergolong cukup singkat. Persis setelah selesai makan dan mengisi form masuk negara Kamboja, pesawat pun mendarat di Siem Reap International Airport. Segera menuju loket imigrasi, dimana om dan tanteku ada yang tercegat karena ada satu form yang terlewat untuk diisi. Nyaris saja dimintai salam tempel, kalau pemimpin rombongan kami tidak menghampiri. Yah, negara ini memang sebelas dua belas dengan negara kita kalau soal sogok-menyogok. Setelah semua barang dan anggota rombongan lengkap di bus masing-masing saatnya mulai perjalanan di Kamboja. Sebagai tujuan awal kami dibawa makan ke restoran yang menyajikan makanan khas Kamboja dan dilanjutkan ke beberapa toko tempat membeli kerajinan perak dan batu, dimana Kamboja memang terkenal murah. Mata uang yang berlaku di negara ini ada dua yaitu US Dollar pecahan kecil dan Cambodian Real (mata uangnya sendiri), namun masyarakat Kamboja sendiri lebih senang menerima USD ketimbang Real. Adapun $1 = 4.000 real, pada awalnya belanja di sini cukup membingungkan saat kita membayar dengan USD bisa saja kembalinya merupakan kombinasi dari kedua mata uang tersebut. Contoh belanja barang seharga $1.5 dan dibayar dengan $5, maka kembalinya adalah $3 dan 2.000 Real. Jadi butuh ketelitian lebih untuk bisa berbelanja di sini.

Sekilas tampilan luarnya mungkin biasa saja, tapi Raffles Grand Hotel D'Angkor  yang sudah berdiri sejak tahun 1932 ini
merupakan salah satu hotel bertarif termahal di Siem Reap.
Percaya atau tidak kuil kecil ini terletak salah satu hook jalan raya, konon banyak yang terkabul
permohonannya sehingga banyak penduduk lokal yang datang untuk memanjatkan doa di sini.

Angkor Night Market
Lagi-lagi kami dibawa ke tempat belanja, hanya yang satu ini berupa pasar sehingga barang yang dijual pun lebih beragam. Mulai dari emas, perak, bebatuan, pakaian, peralatan makan, pajangan, makanan, sampai ke bumbu masak semuanya ada di sini. Terbagi menjadi dua bagian old market dan new market yang dipisahkan oleh sungai. Semua barang di sini murah-murah, selama kita pintar menawar. Jangan sampai kita tertipu dengan harga yang dibuka, harga barang tersebut bisa ditawar hingga seperempatnya tergantung jumlah barang yang akan kita ambil. Buat yang suka jajan di bagian belakang old market ada tempat yang menjual beraneka makanan, termasuk makanan khas negeri ini, yang paling terkenal adalah amok dan loklak. Pulang dari sini kami langsung dibawa ke hotel untuk beristirahat demi perjalanan menjelajah Angkor besok.

Tuk-tuk yang menunggu penumpang dengan setia di sekitar pasar, jadi tidak perlu khawatir soal transportasi pulang.
Kali yang memisahkan antara old market dan new market

Suasana jalan menuju old market (foto diambil dari pinggir kali)
Sebagian karya seni yang diperdagangkan di dalam old market
Tampak luar new market di malam hari
Percayakah kalian kalau ini merupakan kali yang sama dengan foto sebelumnya,
jadi lebih cantik di malam hari dengan lentera yang menghiasi di atasnya.

Siem Reap, 19 Februari 2014
Angkor
Tiket Angkor only for me (sudah usaha maksimal supaya
bisa tampil cantik di foto ini, tapi tetap saja...)
Merupakan sebuah wilayah di Kamboja bekas Kerajaan Khmer, yang berawal pada masa Jayavarman II di tahun 802. Kata Angkor sendiri berasal dari bahasa Sansekerta "nagara" yang berarti kota. Jayavarman II setelah kemerdekaan Kamboja dari Jawa dan berhasil menyatukan beberapa wilayah di Asia Tenggara menyatakan dirinya sebagai Raja Dewa dari Kerajaan Universal. Selama berabad-berabad pembangunan di komplek Angkor terus bertambah sampai lebih dari seribu candi. Sampai dengan tahun 1431 Angkor akhirnya ditinggalkan oleh warganya setelah perang yang berkepanjangan dengan Kerajaan Ayutthaya. Kejatuhan Angkor ini mengakibatkan sebagian besar candi rusak karena tidak diurus, kecuali Angkor Wat yang saat itu tetap dipakai sebagai kuil Buddha. Sampai akhirnya tim ekspedisi dari Perancis memulai proses restorasi yang sangat panjang mulai dari 1907-1970, Angkor yang menyandang gelar salah satu keajaiban dunia hasil karya manusia ini pun dibuka untuk umum dengan jumlah pengunjung yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Kini Angkor menjadi pemasukan utama negeri Kamboja dengan mematok harga tiket masuk "one day pass" sebesar $20 per orang, bayangkan saja berapa pemasukan yang didapat per harinya. Selain tiket satu hari, juga tersedia tiket dengan jangka waktu yang lebih lama buat yang ingin menjelajahi seluruh isi komplek Angkor. Untuk menghindari penyalahgunaan atas tiket yang sudah dibeli, di setiap tiket disertakan masa berlaku dan foto dari si pembeli tiket. Jadi buat yang mau simpan tiket Angkor sebagai kenang-kenangan jangan lupa merapikan diri untuk foto di depan loket tiket ya. Demikian sejarah singkat dari Angkor, kini saatnya mengunjungi tiga candi utama di komplek tersebut.


Angkor Thom
Candi yang menjadi tujuan pertama kami adalah Bayon, Angkor Thom,  yang didirikan oleh Raja Jayavarman VII di atas reruntuhan ibukota Khmer, Yasodharapura setelah berhasil merebutnya kembali dari tangan pasukan Cham (Vietnam Selatan). Angkor Thom merupakan kota dengan tembok batu mengelilingi sisi luarnya berikut candi Bayon sebagai pusatnya. Beliau merupakan Raja Angkor yang terhebat sepanjang sejarah Kerajaan Khmer, selain Bayon beliau juga mendirikan candi Ta Phrom dan Preah Khan sebagai dedikasi kepada orang tuanya. Di masa beliau juga Angkor mengalami masa transisi dari menganut agama Hindu menjadi Buddha Mahayana. Yang terkenal dari Angkor ini adalah bentuk wajah pada struktur Prasat Bayon maupun pada setiap menara di pintu masuknya. Masih banyak dugaan wajah tersebut dibuat atas referensi wajah dari Raja Jayavarman VII, Bodhisattva Avalokiteshvara (Dewi Kwan Im), para petinggi kerajaan, atau mungkin kombinasi dari semua itu. Seperti arti dari namanya yang berarti  "Great City", Angkor ini cukup luas untuk dijelajahi. Sehingga rombongan kami hanya mampir untuk melihat dan mengabadikan sisi luarnya saja.

Candi ini terkenal dengan ukiran wajah di setiap menara-nya, sayang kami tidak sempat masuk ke dalam
Dalam perjalanan menuju Wat Ta Prohm berpapasan dengan turis yang sedang asyik menikmati
keindahan Angkor dari atas seekor gajah (buat yang berminat ada penyewaannya).

Wat Ta Prohm
Ta Prohm yang sudah menyatu dengan
akar-akar pohon di sekitarnya
Berlokasi 1 km dari Angkor Thom, masih didirikan oleh Raja Jayavarman VII yang pada awalnya bernama Jayavihara sebagai bentuk penghormatan kepada keluarga sang raja. Kuil utama mengambil wujud Prajnaparamita, personifikasi dari kebijaksanaan dengan ibunda raja sebagai modelnya. Kuil pendamping di sisi utara dan selatan masing-masing mewakili guru dan kakak tertuanya. Sedangkan untuk ayahanda dari raja dijadikan model dari Bodhisattva welas asih "Lokesvara" di kuil terpisah, Preah Khan yang memang didirikan sebagai pasangan dari Ta Prohm. Seperti kuil-kuil Angkor lainnya, Ta Prohm juga sempat terbengkalai sehingga banyak pepohonan menyembul dari sela-sela kuil ini. Hanya bedanya kondisi ini tetap dipertahankan dengan pertimbangan Ta Prohm merupakan kuil yang paling menyatu dengan lingkungan sekitarnya, dengan tetap memelihara konstruksinya demi keamanan pengunjung. Pepohonan yang dominan menyelubungi kuil ini adalah pohon kapas dan pohon ara dengan akar yang sangat besar seakan-akan sedang mencengkeram Ta Prohm. Tak heran film "Tomb Raider" yang dibintangi Angelina Jolie mengambil setting di sini. Dan sejak itu pula, Ta Prohm kian ramai dikunjungi turis. Kalau diperhatikan lebih dekat lagi di bangunan utamanya banyak terdapat lubang-lubang kecil, ada kabar kalau pada zaman dahulu batu-batu permata pernah mengisi lubang-lubang tersebut sampai dengan ekskavasi oleh bangsa Perancis. Beranjak dari sini kami mampir sejenak di salah satu restoran di sana untuk makan siang, baru kemudian lanjut ke Angkor Wat.

Salah satu kuil pendamping dari Wat Ta Prohm
Salah satu patung Buddha di dalam Wat Ta Prohm
Pohon-pohon yang menjulang tinggi di sekelilingnya seakan-akan hendak melindungi candi
Pose sebentar di salah satu pintu masuk ke selasar candi
Kalau jepretan yang satu ini diambilkan dengan sangat cantik oleh Pak Aziz (tour guide kami hari itu)
Aku berdiri di tengah-tengah akar pohon raksasa, yah kalau akarnya aja sebesar itu kebayang kan pohonnya seperti apa.
Salah satu relief di Wat Ta Prohm

Angkor Wat
Lima menara di tengah Angkor Wat
Nah, kalau candi yang satu ini pasti semuanya kenal. Salah satu dari kejaiban dunia yang menyandang predikat sebagai situs religius yang terbesar di dunia. Kalau dari ukuran bangunan sebetulnya Borobudur dari Indonesia tidak kalah besar, tapi Angkor Wat masih lebih unggul bila diukur secara keseluruhan komplek. Candi ini didirikan pada abad ke-12 oleh Raja Suryavarman II untuk memuja Dewa Wisnu dan berfungsi sebagai kuil kerajaan dan ibukota dari Kerajaan Khmer, oleh karena itu struktur bangunan utama Angkor Wat menyerupai bentuk Gunung Meru yang oleh agama Hindu dipercaya sebagai tempat bersemayamnya dewa-dewa. Begitu pula dengan lima menara utama berbentuk menyerupai kuncup-kuncup teratai di pusat bangunan yang tersusun dengan empat menara mengelilingi satu menara di pusatnya merupakan ciri utama dari candi Hindu. Sempat tidak selesai dan terbengkalai setelah wafatnya sang raja. Dan setelah serangan pasukan Cham, candi ini akhirnya direstorasi dan diteruskan pembangunannya oleh Raja Jayavarman II. Pada akhir abad ke-13 Angkor Wat berubah fungsi menjadi tempat pemujaan agama Budha Theravada yang terus berlanjut sampai sekarang. Bangunan utama Angkor Wat juga dijadikan sebagai lambang negara Kamboja yang bisa kita lihat pada bendera negaranya. 
Patung penjaga di depan jembatan
masuk pintu utama Angkor Wat
Demikian sejarah singkat tentang Angkor Wat, lanjut ke pengalaman pribadiku selama mengunjungi situs bersejarah tersebut. Kami memasuki Angkor Wat dari pintu masuk belakang, setelah melewati jalur komplek hutan akhirnya bangunan utama pun terlihat. Sedikit kontras dengan jalur masuk dari depan yang melalui jembatan panjang menyeberangi telaga air yang disambut dengan pelataran dan kolam kecil. Setelah melewati gerbang masuk belakang yang agak rusak, pintu masuk belakang hanya berupa pagar kayu yang langsung tembus ke dalam candi. Setelah memasuki galeri candi, untuk bisa naik ke menara utama di tengah candi tiket Angkor akan diperiksa kembali oleh petugas. Selain memeriksa kecocokan wajah pada tiket, kita juga diharuskan berpakaian sopan dan dilarang mengenakan topi selama mendaki naik ke atas (karena cari cepat aku langsung menitipkan topi ke tante yang saat itu tidak ikut naik). Sembari naik ke atas dengan sendirinya aku menyadari alasan kenapa ada larangan mengenakan topi, di sela-sela tangga kayu yang aku injak banyak terdapat botol air kosong dan topi yang terselip di sela-selanya. Mungkin karena terbawa angin, yang memang semakin kencang saat mendekati puncak tangga. Setelah sampai di puncak kita bisa mengelilingi lorong-lorong di mana di setiap sisi dalam terdapat altar pemujaan Budha. Sedangkan di sisi luar kita akan disuguhkan pemandangan komplek candi Angkor Wat.
Semua sudut Angkor Wat terlihat mirip
agak berbahaya buat yang buta arah
Setelah pas mengelilingi satu putaran aku pun segera turun, karena sudah terpisah dari rombongan alhasil sibuk cari jalan keluar sendiri di tengah komplek candi yang setiap sudutnya hampir mirip ini. Untung saja sempat berpapasan dengan tour guide dari kelompok lain dan ternyata jalan yang kuambil sudah benar (berpatokan pesan dari tour guide-ku, jangan ambil jalan yang sama dengan jalan masuk karena tempat berkumpul kami di pintu sebaliknya). Setelah berhasil keluar dari bangunan utama dari pintu masuk depan, aku segera menuju tempat berkumpul rombongan. Karena berputar-putar di dalam tanpa mengenakan topi, jadilah yang diserbu pertama kali adalah penjaja kelapa yang kebetulan memang banyak ditemui di situ. Cukup dengan $1 satu buah kelapa utuh bisa langsung dinikmati. Bila airnya sudah habis kita minum, kita bisa menyerahkan buah kelapa tersebut ke penjualnya untuk minta dibelah. Dari belahan kelapa tersebut ia akan membuatkan sendok dari batok kelapa yang bisa kita gunakan untuk mengeruk daging kelapa yang lembut tersebut. Setelah puas melepaskan dahaga, kami digiring menuju pintu masuk utama. Sambil sejenak mampir untuk berfoto di danau kecil di depan Angkor Wat. Dengan ini berakhir sudah perjalanan kami di komplek Angkor dan kota Siem Reap. Sekembalinya kami dari sini, kami langsung melanjutkan perjalanan ke kota Phnom Penh, ibukota dari Kamboja.
Buat yang ingin ke Angkor Wat, ada sedikit pesan dari tour guide kami kalau pemandangan di sini kala purnama katanya sangat spektakuler. Sehingga banyak turis manca negara yang khusus datang pada saat purnama dan bermalam di sini untuk sekedar menikmati pemandangan atau mengabadikannya lewat lensa kamera. Sedangkan saran pribadi saya adalah untuk bisa puas mengelilingi komplek Angkor minimal kita harus meluangkan waktu 1 hari penuh (itu pun masih jauh dari cukup, karena jumlah candi-candinya yang mencapai angka seribu lebih). Demikian liputan saya kali ini, sampai jumpa di liputan berikutnya ^.^

Gerbang masuk belakang Angkor Wat
Tampak belakang dari Angkor Wat (dari sinilah kami masuk hari itu)
Meniti tangga menuju ke puncak menara Angkor Wat
Pemandangan ke arah gerbang masuk depan dari atas menara Angkor Wat
Salah satu relief di Angkor Wat dengan kostum tarian Khmer yang terkenal "Apsara"
(sama dengan gambar magnet yang kubeli)
Jejeran patung Buddha di salah satu selasar Angkor Watt
Pemandangan andalan Angkor Wat, kolam cermin yang merupakan salah satu spot laris buat ajang narsis dan foto-foto
Inilah wujud gerbang masuk depan Angkor Wat (kami malah keluar dari sini, agak terbalik)
Jembatan panjang menuju ke gerbang masuk depan, dengan menyeberangi telaga buatan
Berfoto dengan tour guide kami hari itu, Pak Aziz yang sangat fasih berbicara dalam bahasa Indonesia
(benar-benar Indonesia, bukan logat Melayu)
Untuk yang berminat memakai jasanya boleh klik di sini 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar