Senin, 09 Desember 2013

Cerita Kuliner Trip: 10 Things We Do In Rome - nuraisya blog

Kalian pasti pernah dengar pepatah "Banyak jalan menuju Roma", kali ini pepatah tersebut akhirnya terbukti dalam salah satu fase perjalanan hidupku. Setelah perjuangan yang cukup panjang dan melelahkan demi visa Schengen akhirnya berhasil juga menjejakkan kaki di Roma. Di post kali ini, aku akan membahas apa aja sih yang kami lakukan selama dua hari di Roma. So here we go...

Rabu, 11 September 2013
01. Papal Audience
St.Peter's Square
Buat yang baru dengar istilah ini, Papal Audience adalah kesempatan untuk bisa bertatap muka dan melihat Paus secara langsung. Papal Audience untuk umum diadakan setiap hari Rabu dan berlokasi di St.Peter's Square, Vatican. Sebetulnya untuk bertemu dengan Paus sama sekali tidak dipungut biaya, asal tahan berdiri dan berdesak-desakan di tengah kerumunan sepanjang acara. Tapi bila ingin mendapatkan tempat yang lebih eksklusif dan melihat Paus lebih dekat, sebaiknya mengambil paket tour seperti yang kami lakukan hari itu. Dengan booking online seharga US$43 sebelum berangkat, pada hari itu kami cukup berkumpul di titik yang sudah ditentukan untuk kemudian dipandu oleh tour guide kami berbaris masuk ke barisan tempat duduk yang sudah disediakan. Posisinya pun cukup dekat dengan rute Paus ketika berkeliling menyapa para umatnya.

Tips: Karena acara yang cukup lama dari pagi sampai lewat siang hari, jangan lupa untuk membawa perbekalan yang cukup. Terutama makanan dan minuman, walaupun di sekitar situ banyak penjaja makanan tapi harga yang ditawarkan relatif lebih mahal bisa sampai dengan 4x lipat dari harga normal. Waktu itu kami pergi tanpa persiapan, akhirnya terpaksa merogoh kocek €2 hanya untuk sebotol kecil air mineral (terpaksa beli 1 botol patungan berdua dengan teman, minumnya pun irit dihitung tegukan demi tegukan :p). Karena kami pergi masih di penghujung musim panas, topi atau payung juga wajib hukumnya (ga mau kan foto-foto liburan kamu berakhir dengan muka gosong, apalagi perjalanan masih panjang).

Paus Fransiskus menyapa para peserta Papal Audience dari dekat

02. Colosseum
Tampak luar Colosseum, bagian belakang
Selepas siang, tepatnya sesudah mengikuti Papal Audience dan makan siang. Kami segera meluncur ke Colosseum, walaupun sempat kecewa saat melihat hampir separuh sisi luar Colosseum lagi-lagi dibentengi dengan kerangka besi untuk konservasi. Untuk bisa masuk ke dalam cukup mengantri sebentar dan membayar tiket seharga €12, dimana aku sempat terperangah sebentar melihat betapa besar dan megahnya bangunan yang dibangun berabad-abad lalu ini. Sebuah bangunan raksasa yang di masa jayanya merupakan tempat para gladiator bertarung antara hidup dan mati hanya demi hiburan untuk para pembesar semata. Memang cukup tragis kalau kini tempat ajang pembantaian tersebut jadi tempat wisata yang terkenal dan selalu padat pengunjung. Tak menunggu lama, kami langsung sibuk berfoto-foto ria sambil mencari-cari setting film Hollywood "Jumper" yang tokoh utamanya bisa teleportasi menyelinap masuk ke bagian dalam Colosseum (yang memang saat kami ke situ tidak terbuka untuk umum). Tak lupa naik ke bagian atas Colosseum untuk mengambil foto dan berkeliling sebentar di bagian museum untuk melihat patung yang konon merupakan gladiator jagoan alias juara bertahan, blueprint colosseum dan masih banyak peninggalan-peninggalan lainnya.

Bagian dalam arena Colosseum, diambil dari lantai atas (bagian podium penonton).

03. Basilica St.Clement
Plang penunjuk arah
ke Basilica St.Clement

Lokasinya cukup dekat dari Colosseum, walau untuk sampai ke sana kami harus menanyakan arah ke beberapa warga lokal. Untuk bisa masuk ke Basilica St.Clement sebetulnya gratis, tapi saat keluar seorang pria akan menunggu dengan keranjang anyaman kecil dan postur seakan-akan menagih uang sumbangan. Bagian interior gereja yang didedikasikan untuk Paus Clement I ini sangat indah, sayang ada larangan mengambil foto selama berada di dalam gereja. Di gereja ini juga terdapat ruangan bawah tanah, walau sedikit lembab dan menakutkan aku tetap ikut berkeliling sampai ke ujung (walau gelendotan di lengan teman hehehe...) Di ujung lorong bawah tanah terdapat ruangan yang berisi bak air kecil seperti mata air. Sempat melihat ada yang minum dan cuci muka di situ, tapi tidak berani ikutan mengingat lokasinya yang agak gelap dan lembab (siapa yang tahu ada apa di dalam sana...).

Tips: Sebelum keluar dari sini lebih baik siapkan dulu uang kecil, jangan sampai seperti aku yang kelabakan cari uang kecil saat keluar dan salah kasih uang koin dengan pecahan yang cukup besar.


04. Trevi Fountain
Nah, kalau yang satu ini siapa sih yang tidak kenal. Kolam yang satu ini selain tempat nongkrong yang asyik (ramai sekali dengan turis maupun warga lokal yang nongkrong), juga terkenal dengan mitos melempar koinnya. Lempar koin sekali maka kamu akan kembali lagi ke Roma, lemparan kedua kamu akan menemukan cinta, dan dengan lemparan ketiga kamu akan menikah. Yang pasti wajib hukumnya melempar koin kalau sudah sampai di Trevi. Sempat baca juga di salah satu artikel kalau melempar koin harus dengan tangan kanan melalui bahu kiri supaya manjur. Ada juga aturan lainnya kalau melempar koin harus sambil membelakangi kolam, memejamkan mata dan memohon. Sayangnya aku baru tau soal aturan ini setelah kembali dari Eropa, jadi kemarin hanya lempar koin ke belakang dengan duduk membelakangi kolam saja.

Tips: Kalau mau irit siapkan dan bawa koin recehan Rupiah dari Indonesia untuk ritual mitos ini.

Kolam Trevi dengan patung Dewa Neptunus dan kuda-kuda laut yang mengelilinginya.

05. Parliament House
Gedung parlemen ini sebetulnya tidak ada di jadwal tujuan kami, tapi tidak sengaja kami lewati saat dalam perjalanan dari Trevi menuju Pantheon. Kalau di Indonesia mungkin kita lebih mengenal dengan sebutan gedung MPR. Kebetulan saat itu, penjagaan di depan gedung ini lumayan ketat terlihat dari banyak penjaga yang sedang berkeliaran dan ada mobil van stasiun televisi lokal yang parkir di sekitar situ. Bingung juga sih melihat kondisi tersebut, tapi saat lebih maju ke depan ternyata sedang ada unjuk rasa. Tapi unjuk rasa yang tergolong damai, tidak seekstrim yang sering kita lihat di Indonesia. Kalau dari spanduk yang kubaca sih, demo ini terkait tentang penelitian "stem cells" salah satu metode penyembuhan yang sedang in di dunia medis saat ini. Tidak berlama-lama di sini, kami pun melanjutkan perjalanan ke Pantheon.

Sempat foto salah satu spanduk demo, akhirnya ada juga yang berbahasa Inggris (yang lainnya Italiano)

06. Pantheon
Patung Yesus di dalam
Pantheon
Pantheon merupakan bangunan bergaya Romawi kuno yang semula berfungsi sebagai kuil tempat memuja dewa-dewa Romawi. Seperti arti dari kata Pantheon dalam bahasa Yunani yang berarti tempat berkumpulnya para dewa. Namun kemudian beralih fungsi menjadi gereja Katolik yang didedikasikan untuk St.Mary dan para martir. Di depan Pantheon sendiri merupakan tempat berkumpul yang asyik, kalau dipikir di Roma banyak sekali tempat nongkrong santai seperti ini. Plaza ini dikenal dengan nama Piazza della Rotonda,  kami juga sempat nongkrong sebentar di sini sambil menikmati para seniman yang menunjukkan aksi mereka masing-masing di berbagai penjuru plaza. Ditemani dengan cahaya jingga dari langit senja dan alunan musik dari salah satu lagu favoritku "Love Story", dipopulerkan oleh Andy Williams yang secara kebetulan sedang dimainkan kala itu merupakan salah satu momen yang tidak akan terlupa dari benakku sampai pikun nanti (romantis banget ya...)

Tampak depan Pantheon, sewaktu kami tiba masih agak terang
 
07. Spanish Steps
Fountain of The Ugly Boat, karya Bernini
Setelah bersantai sejenak di Piazza della Rotonda, kami bergegas melanjutkan perjalanan menuju ke tujuan berikut yaitu Spanish Steps di Piazza di Spagna. Karena perjalanan dari Pantheon ke sini lumayan jauh, saat kami tiba hari sudah gelap. Gelap di sini artinya sudah sangat malam (di belahan Eropa fase perputaran matahari cenderung lebih lama). Dikarenakan kaki kami yang sudah menjerit capek dan perut yang sudah teriak kelaparan membuat kami agak malas untuk berkeliling lebih jauh di area ini, alhasil cuma foto-foto sejenak di kaki tangga saja (buat bukti sudah pernah ke Spanish Steps hehehe). Selain tangga yang di puncaknya terdapat Gereja Trinità dei Monti dan Kedutaan Spanyol, di sini juga terdapat air mancur berbentuk perahu yang memiliki kisah unik, konon si pembuat perahu tersebut Bernini terinspirasi oleh perahu sungguhan yang terdampar ke tengah kota saat terbawa banjir. Berangkat dari sini kami langsung mencari tempat makan dan pulang ke hostel untuk isi energi buat keesokan harinya.

Tips: Kehidupan malam di Roma tidak selalu bersahabat, sebagai contoh saat kami sedang berfoto di Spanish Steps ada pria mencurigakan yang sedang mengincar tas salah satu temanku. Kebetulan ia menaruh tasnya di lantai saat mengambil foto kami, jadi waspada waspadalah... seperti pesan Bang Napi.

Saat ambil foto ini loh, tas temanku sudah menjadi incaran.
Sampai tidak berani minta retake, karena sudah menyadari ada gelagat tidak beres di depan mata kami.
 
Kamis, 12 September 2013
08. Vatican Museum
Berpose geje di Vatican Museum
Difotokan oleh Leny
Tidak terasa baru istirahat sejenak sudah pagi lagi, saatnya bersiap-siap untuk perjalanan di Roma berikutnya. Diawali dengan seduhan susu coklat serta bubur gandum instan yang khusus dibawa dari rumah, karena di hostel hanya menyediakan croissant (disimpan buat bekal darurat di jalan) sembari memanfaatkan fasilitas dapur di hostel (alias ngirit). Setelah semua siap, kami bergegas menuju ke Museum Vatican yang letaknya tidak jauh dari St.Peter's Square tempat Papal Audience kemarin. Kami memilih untuk ke sini di hari yang berlainan karena kalau dipaksakan pergi kemarin setelah Papal Audience takutnya di sini akan ramai sekali. Dan benar saja, di pagi itu kami sudah dihadapi dengan antrian masuk yang lumayan panjang. Sempat tergoda untuk mengambil jalan pintas seperti yang ditawarkan oleh orang India yang mengaku sebagai tour guide. Ia menawarkan paket tour dengan harga yang lumayan dengan janji bisa bebas antrian masuk dan bisa memasuki beberapa wilayah di dalam museum yang tertutup untuk umum. Selagi ia sibuk menawarkan jasanya ke temanku, aku bertanya ke turis yang mengantri di depan kami apakah harga yang ia tawarkan itu pantas. Dan dengan baik hatinya sepasang turis yang dari Spanyol tersebut langsung menunjukkan harga tiket masuk (hasil search mereka di smartphone) yang sebetulnya jauh dari harga yang ditawarkan orang India tadi. Akhirnya kami memutuskan untuk bersabar antri, dan tanpa terasa sekitar 20 menit kemudian kami akhirnya tiba di depan pintu masuk.

Langit-langit pun dipenuhi lukisan
Setelah melewati pemeriksaan dan membeli tiket masuk seharga €16, kami pun masuk ke dalam museum dengan sedikit terseret arus manusia yang penuh memadati lorong-lorong museum. Pemandangan di dalam museum sangatlah memukau, sembari berjalan mata, lengan dan leher tidak berhenti bekerja. Bagaimana tidak sekeliling ruangan dan lorong museum dipenuhi dengan karya-karya seni dari zaman Renaissance, mulai dari tembok, jendela, bahkan sampai ke langit-langit. Kamera pun selalu standby untuk menjepret hasil karya manusia yang mengagumkan ini, walaupun kebanyakan sambil mendongak. Di ujung lorong terdapat Sistine Chapel yang terkenal dengan lukisan "The Last Judgment" karya dari Michelangelo di langit-langitnya. Karena Sistine Chapel merupakan tempat ibadah maka ada larangan untuk tidak berisik dan dilarang mengambil foto selama di sini. Banyak petugas yang berjaga di sini dan tidak segan-segan untuk menegur para pelanggar larangan tersebut, "No photo please!" atau "Sttt...!" sering sekali terlontar dari mulut mereka.

Setelah puas berkeliling sambil menganga melihat lukisan-lukisan, kami keluar ke halaman tengah untuk menyeberang ke sisi lain museum. Di sini terdapat banyak karya pahatan patung-patung dewa-dewi Yunani, dari beberapa yang berhasil kukenali adalah Artemis (dewi perburuan), Venus, Cupid, dan Hercules. Setelah puas berfoto geje ria di sini kami pun segera melanjutkan ke tujuan berikutnya St.Peter's Basilica.

Halaman tengah Vatican Museum
Patung-patung di dalam Museum Vatican
 
09. St. Peter's Basilica
Tampak luar St.Peter's Basilica, tidak seramai saat Papal Audience
Saatnya kembali lagi ke St.Peter's Square hanya saja kali ini kami masuk ke dalam gerejanya, St.Peter's Basilica. Masuk ke St.Peter'sBasilica tidak perlu merogoh kocek alias gratis, hanya perlu sabar mengantri saja. Lagi-lagi aku shock terperangah melihat bagian dalam gereja yang satu ini, memang Eropa bertangan dingin dalam mendirikan bangunan yang megah, kokoh namun sarat dengan nilai seni. Setiap sudut bangunan dipenuhi dengan detail ukiran yang didominasi dengan warna emas. Di dalam gereja ini juga terdapat patung Bunda Maria yang sedang memangku Yesus, atau yang lebih dikenal dengan nama  Pietà karya lainnya dari Michelangelo. Makam berbagai generasi Paus dan kapel kecil juga terdapat di bawah tanah gereja ini. Setelah puas menjelajahi bagian dalam gereja, kami pun berencana untuk makan siang walaupun saat itu sudah tergolong agak telat untuk disebut makan siang.

Interior St.Peter's Basilica

10. St. Peter's Basilica's Dome
St.Peter's Basilica Dome
Diambil dari teras atas

Tepat setelah kami keluar dari pintu samping gereja, saat me-refill botol minum kami melihat ada barisan yang sedang antri di depan sebuah loket. Cari-cari info sejenak ternyata barisan tersebut merupakan antrian untuk membeli tiket masuk ke Peter's Basilica Dome (puncaknya St.Peter's Basilica). Setelah berembuk, akhirnya kami putuskan urusan makan bisa menunggu mumpung di sini harus manfaatkan waktu sebaik-baiknya. Selama mengantri kami melihat kalau harga tiket terbagi atas 2 jenis, yang tediri dari paket lift €7 dan tangga €5. Setelah tanya lebih jauh ternyata bedanya adalah 320 anak tangga + lift untuk paket lift, dan 551 anak tangga untuk paket normal. Sebaiknya ambil paket lift, karena aku sudah merasakan sendiri bagaimana rasanya sudah tertolong naik lift di awal sekalipun tidaklah cukup. Masih butuh perjuangan yang berat untuk bisa menempuh 320 anak tangga sisanya, apalagi kalau full lewat tangga. Sebetulnya ada banyak faktor penyebabnya, pertama anak tangga yang semula terlihat ringan semakin ke atas semakin sempit sangat tidak disarankan untuk yang menderita fobia tempat tinggi dan tempat sempit. Faktor kedua, siang itu kami masih belum makan apa-apa sejak sarapan dan croissant (bekal darurat), padahal hari sudah hampir sore. Faktor ketiga adalah barang bawaanku, satu tas kamera SLR, satu ransel peralatan darurat dan minuman, dan khusus hari itu ditambah dengan tas belanjaan berisi satu kotak puzzle 1000 pieces oleh-oleh dari Vatican Museum. Jadi lengkaplah sudah penderitaanku hari itu, untung saja ada beberapa tempat perhentian kecil yang diselipkan oleh perancang bangunan ini untuk beristirahat. Sempat mampir sejenak untuk beristirahat di salah satu ceruk, senyum-senyum malu dengan sepasang kakek nenek (sambil berpikir canggih juga ya mereka masih kuat mendaki ke puncak sini), mereka sedang beristirahat tidak jauh dari tempatku. Kalau tidak mungkin aku akan menarik tombol panggilan darurat yang selalu menggoda di setiap sudut tangga, sembari bersyukur untung tadi naik lift. Setelah memaksakan diri untuk terus naik dengan tas dan bawaan yang nyangkut sana-sini karena medan yang semakin sempit. Akhirnya kulihat secercah cahaya, tiba juga di atas hip hip hura....

Puncak dome dari bagian dalam
Akhirnya udara segar...
Setelah sampai di puncak rasa lelah yang tadi membebani kaki langsung rontok seketika. Perjuangan untuk bisa sampai ke puncak terbayar sudah dengan pemandangan kota Roma yang cantik dan susah dideskripsikan dengan kata-kata (ada beberapa foto yang bisa dilihat di bawah tulisan ini). Hampir seluruh kota Roma bisa kita lihat dari puncak St.Peter's Basilica. Langsung segar seketika dan mengeluarkan kamera untuk langsung mengabadikan pemandangan cantik yang sedang kulihat. Bertambah lagi pengalaman yang tidak akan kulupakan dalam salah satu fase hidupku.

Tips: Untuk yang bawa kamera atau smartphone dan berniat untuk mengabadikan momen selama di puncak St.Peter's Basilica sebaiknya bawa baterai cadangan atau power bank. Karena ada kejadian seorang turis bule yang sudah capek-capek sampai di puncak ternyata baterai kameranya mati. Setelah celingak-celinguk cari pinjaman baterai, akhirnya ia menghampiriku (sempat geer sebentar disamperin bule, yang taunya cuma mau pinjam baterai). Akhirnya dengan baik hatinya aku pinjamkan, dengan syarat tidak boleh foto jauh-jauh dari pandanganku (maaf ya, bukannya tidak percaya tapi baterai itu nyawa selama bepergian).

St.Peter's Square diambil dari puncak St.Peter's Basilica
I'm like a bird I like to fly away....
Sudah segar kembali setelah turun dari atas, mampir dulu untuk foto-foto di teras atas St.Peter's Basilica
Difotokan oleh Cecil, sampai jumpa di review selanjutnya ^-^