Selasa, 27 Mei 2014

Cerita Kuliner Trip: Tour Kelam dari Phnom Penh, Kamboja - nuraisya blog

Phnom Penh, 19 Februari 2014
Singgah sebentar di pasar
di tengah perjalanan
untuk mengisi perut
Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang sekitar 8 jam dari Siem Reap menuju ibukota dari Kamboja, Phnom Penh akhirnya kami pun tiba sekitar pukul 10 malam. Sudah cukup malam untuk bisa melihat sekeliling kota tersebut, karena sepanjang jalan sudah gelap nyaris tidak ada aktivitas lagi. Hanya bisa ditemui mini market yang buka 24 jam dengan harga barang yang cukup mahal bila dikurs ke Rupiah. Hal ini disebabkan karena negara Kamboja belum ada produksi makanan kemasan sendiri sehingga sebagian besar merupakan produk impor. Selain mini market di jalanan sekitar kami pun melihat ada beberapa wanita berpakaian seksi sedang sibuk bercengkerama di teras beberapa bangunan, tidak berlama-lama di sekitar situ kami pun segera berlalu dan menuju ke satu-satunya kios makanan yang buka pinggir jalan dekat hotel untuk mencari pengganjal perut supaya bisa tidur tenang di malam itu. Setelah makan, akhirnya kami pun melepaskan lelah dan tertidur dengan nyenyak di Dara Reang Sey Hotel, sebuah hotel berbintang empat yang terletak di pusat kota Phnom Penh.

Terlepas dari tampilannya, makanan ini enak banget. Setelah bersusah payah bertanya ke tamu yang sedang makan
dan menunjuk mangkuk makanannya ke ibu penjual gerobak makanan di pasar.

Kota Phnom Penh, diambil dari lantai 2 hotel Dara Reang Say.
Sebetulnya lantai 3 karena semua hotel di Kamboja berawal dari lantai GF untuk lobby-nya.

Phnom Penh, 20 Februari 2014
Royal Palace
Setelah tidur pulas, saatnya bangun dan menikmati breakfast lezat yang disediakan oleh Dara Reang Sey. Tujuan pertama kami di Phnom Penh adalah istana kerajaan, karena tidak bisa masuk maka kami pun hanya sibuk bernarsis ria di depan istana. Banyak burung merpati di pelataran istana, lengkap dengan makanan burung yang bisa dibeli seharga Rp.10.000 buat yang berminat untuk memberi makan burung-burung merpati tersebut.

Pelataran istana lengkap dengan segerombolan burung dara yang minta makan.

S-21 (Tuol Sleng Genocide Museum)
Tujuan kali ini tidak ditujukan untuk yang anak-anak, orang tua, maupun yang lemah jantung. Bangunan yang semula berfungsi sebagai sekolah ini, telah diubah fungsi-nya menjadi sebuah penjara dan tempat penyiksaan pada rezim Pol Pot. Ada yang belum tau siapa itu Pol Pot? Singkat cerita beliau merupakan ketua dari Khmer Rouge, sebuah pergerakan berbasis komunis yang pada awalnya disambut oleh rakyat Kamboja sebagai gerakan pembebas dari kudeta yang dilakukan oleh Lonol terhadap pemimpin Kamboja sebelumnya. Tanpa diduga ternyata masa Pol Pot jauh lebih kelam dan kejam, berlatar belakang dari profesi sebelumnya sebagai seorang guru beliau merekrut banyak anak muda desa untuk menjadi antek-anteknya. Karena anak muda cenderung mudah dimanipulasi, dengan mencuci otak mereka bahwa orang-orang kota lah yang bertanggung jawab atas pemboman dan pembunuhan terhadap sanak keluarga mereka. Sehingga mereka pun tidak ragu untuk berlaku kejam karena berlandaskan rasa dendam. Pada masa rezim Pol Pot hampir 1/3 dari penduduk Kamboja dibunuh dengan kejam dan yang masih hidup pun diharuskan kerja paksa dengan makanan yang tidak bisa disebut layak.

Karena beraliran komunis yang cenderung mengutamakan kesetaraan, tidak perlu ada agama dan pendidikan. Sekolah-sekolah dan pagoda-pagoda pun beralih fungsi menjadi penjara, tempat interogasi dan penyiksaan atau gudang penyimpanan. Tidak terkecuali dengan S-21 (Security Prison 21), sekolah ini pun beralih fungsi menjadi penjara sekaligus tempat interogasi dan penyiksaan terutama untuk tahanan politik ataupun orang-orang penting. Tediri dari beberapa gedung, gedung A terletak paling dekat dengan pintu masuk di lantai dasarnya berisi ruang penyiksaan dan interogasi untuk para tahanan penting yang pada akhirnya dibunuh dengan mengenaskan di ruang yang sama. Masih bisa terlihat bercak darah yang mengering di lantai ruangan-ruangan tersebut, sedangkan di salah satu sisi tembok terdapat foto posisi jenazah dari korban saat ditemukan di sana. Buat yang ingin tahu lebih banyak bisa meneruskan perjalanan ke lantai 1 (lantai 2 buat kita) dari gedung ini, dimana tersimpan dokumentasi peninggalan Pol Pot. Dan di malam hari ada jadwal menonton film dokumentasi bersama. Lanjut ke gedung berikutnya di gedung C, dimana lantai dasar berisi sel tahanan kecil-kecil yang disekat dengan batu-bata, lantai 1 dengan sekat kayu dan lantai 2 ruang penyimpanan. Lanjut ke gedung berikutnya berisi foto-foto para kader dan korban, gambar cara penyiksaan, bekas alat-alat penyiksaan dan altar untuk memberi penghormatan dan memanjatkan doa. Masih ada beberapa gedung yang kami tidak masuki saat itu, tapi sudah cukup gambaran yang bisa didapat tentang kejamnya masa rezim Pol Pot saat itu. Karena pada akhir tour kami di sini, grup kami sudah berkurang banyak. Sebagian besar tidak kuat dan memilih untuk kembali ke bis atau menunggu di pintu masuk, bahkan ada yang nyaris "ditumpangi".

Di halaman sekolah terdapat 14 makam dari sisa tahanan yang terakhir kali dibunuh di penjara ini, para tahanan ini dibunuh pada saat Khmer Rogue terpukul mundur oleh rakyat Kamboja yang bersatu dengan Vietnam. Sebagai 14 korban terakhir dari kekejaman Khmer Rogue di S-21, sebagai penghormatan mereka pun dimakamkan di sini. Juga bisa ditemui di sini 2 korban yang selamat dari kekejian Khmer Rogue di S-21 ini, walau sudah berusia lanjut tapi tetap kenangan itu tidak akan lepas dari ingatan mereka selamanya. Buat yang berminat dapat membeli buku yang ditulis berdasarkan kesaksian telinga mereka.

Salah satu ruang kelas untuk tahanan penting (gedung A, lantai dasar)
Terdapat ranjang tempat mereka dirantai dan kotak bekas amunisi untuk buang hajat
Deretan foto para kader Pol Pot terdokumentasi dengan lengkap, kebanyakan masih belia.
Pol Pot terkenal rapi dalam urusan dokumentasi, fotografer-nya sendiri bila gagal mengambil foto yang bagus akan
dijebloskan ke ruang hukuman.
Ruang kelas di bangunan yang berbeda, disekat-sekat lagi supaya bisa memuat lebih
banyak. Di sinilah para tahanan ditahan dan disiksa (gedung C, lantai dasar).
Kawat berduri pun dipasang di sekeliling bangunan sekolah untuk mencegah tahanan
yang ingin melarikan diri atau bunuh diri meloncat dari atas karena tidak tahan disiksa.
Lambang seperti ini sering kita temui di sini, sebagai peringatan tidak boleh berisik untuk
menghormati para korban yang telah meninggal di sini.

Choeung Ek (Killing Fields)
Berlanjut dari S-21, tujuan berikutnya adalah Killing Fields sesuai namanya tempat ini merupakan salah satu dari 300 tempat pembantaian Khmer Rogue yang paling terkenal. Tempat yang berlokasi 15 km di Tenggara kota Phnom Penh ini ditemukan oleh penduduk sekitar pada saat air sedang naik pada musim hujan, tengkorak-tengkorak yang terkubur kurang dalam mencuat muncul terapung di permukaan air. Dan setelah dilakukan penggalian lebih lanjut ternyata ditemukan lebih banyak lagi tulang-belulang yang terkubur di sana, mulai dari orang dewasa sampai dengan anak-anak dari yang utuh maupun yang hanya kepala atau hanya badannya saja. Tulang belulang ini kini tersusun dengan rapi di pagoda yang didirikan di tengah Killing Fields sebagai penghormatan kepada para korban dari Khmer Rouge tersebut.

Pohon tempat speaker menyiarkan
lagu ke penjuru komplek untuk kamuflase
Tempat ini terbagi menjadi beberapa bagian, di satu sisi terdapat kebun tempat kerja paksa, mereka dipaksa bekerja dengan hanya berbekal bubur semangkuk saja per hari nya. Di sisi lain merupakan tempat eksekusi dimana pada saat eksekusi speaker yang dipasang di tengah lapangan sengaja menyiarkan lagu dengan volume yang keras untuk meredam jeritan para korban yang dieksekusi supaya para tahanan lain tidak panik. Adapun korban yang dieksekusi di sini sebagian besar dibawa dari rumah-rumah tahanan lain, mereka diiming-imingi sudah boleh kembali ke keluarga mereka di kampung atau dibebaskan ke tempat baru. Dengan mata yang tertutup mereka diangkut dengan truk penuh harapan akan kebebasan yang ternyata berakhir dengan kebebasan selama-lamanya. Setelah dieksekusi mereka dimasukkan ke dalam satu lubang besar dan dituangkan cairan kimia untuk menghilangkan bau busuk sekaligus membunuh korban yang mungkin masih selamat saat dikubur. Adapun cara eksekusi menggunakan berbagai peralatan berat yang dipukulkan atau ditusukkan ke korban, untuk menggantikan penggunaan peluru yang menelan biaya lebih besar jika dengan eksekusi tembak. Sebagai catatan tambahan di lapangan yang dulunya merupakan komplek kuburan cina ini banyak sekali lubang-lubang besar yang berisi kerangka dari para korban.

Ada satu hal yang sangat berkesan selama mendengarkan audio guide di Killing Fields ini, yaitu saat menyusuri pinggiran rawa sembari mendengarkan lantunan lagu "A Memory from Darkness" oleh Him Sophy dan kesaksian dari para korban dan saksi yang selamat, membuat kita turut merenungkan betapa beruntungnya kita yang masih bisa hidup layak di zaman sekarang ini. Dan sudah sepatutnya lah kita turut mendoakan mereka yang telah meninggal di sini supaya bisa terlahir di alam yang bahagia, buat yang ingin mendoakan atau memberikan penghormatan kepada para korban bisa dilakukan di pagoda yang berlokasi di tengah lapangan tempat tulang-belulang mereka bersemayam.

Berpose di depan pagoda penghormatan para korban di Killing Fields
Pemandangan tempat para korban dibunuh dan dikubur massal, kini hanya
berupa lubang-lubang besar setelah tulang belulang mereka diekskavasi.
Seragam kader Polpot (ki-wanita, ka-pria), salah satu yang bisa kita temui di museum Killing Fields
dari banyak peninggalan dan dokumentasi lainnya, terletak di kanan dari loket tiket.

Central Market
Seperti biasa namanya melancong pasti mampir buat belanja, kali ini kami dibawa ke Central Market yang merupakan pasar terbesar di Asia pada saat peresmiannya di tahun 1937. Berdasarkan rancangan tangan orang Perancis arsitektur dari pasar ini mementingkan sisi estetika maupun fungsi. Berbentuk menyerupai kubah besar dengan empat pintu masuk berupa lorong, saat berada di dalam kubah cukup dengan penerangan cahaya matahari dari luar saja membuat seisi kubah menjadi terang. Yang perlu diperhatikan adalah karena besarnya pasar ini dan bentuknya yang hampir mirip di keempat penjuru lorongnya jangan sampai tersesat saat keluar. Bisa saja kita keluar di sisi lain dari kita masuk pertama kali, lebih baik hafalkan patokan gedung di seberang pasar. Di pasar ini kita bisa puas berbelanja mulai dari pakaian wanita maupun pria, batu, perak, elektronik, suvenir, money changer, tas, sampai dengan jajanan pasar. Di dalam pasar ini tepatnya di bagian pakaian wanita ada jajanan es yang enak, walaupun penjualnya engko-engko yang cukup galak mungkin karena kendala bahasa dan kami yang terlalu lama memilih karena banyaknya pilihan isi untuk es yang membuat kami bingung. Tapi jajanan ini patut dicoba, tak heran banyak yang berkerumun untuk makan di sini. Kami menghabiskan waktu di sini sampai dengan pukul lima sore, tepat sampai waktu pasar tutup. Saatnya berkumpul melanjutkan perjalanan kembali.

Interior kubah Central Market, dirancang tetap terang hanya dengan cahaya matahari
Nah, ini kedai si engko si penjual es, enak dan segar untuk cuaca Kamboja yang panas

Patung Lady Penh
Patung ini terletak dekat dengan Wat Phnom dan memiliki sejarah sendiri dengan kota Phnom Penh. Konon Lady Penh adalah seorang wanita kaya, pada saat sungai Mekong banjir ada sebuah pohon yang terdampar di pekarangan rumahnya. Dimana di dalamnya terdapat 4 buah patung Buddha yang terbuat dari perunggu. Akhirnya Lady Penh memutuskan untuk mendirikan sebuah kuil di sana, yang kemudian ramai pengunjung dan terkenal. Sampai pada saat Thailand menyerbu Angkor, akhirnya ibukota Kamboja dipindahkan ke Phnom Penh (Bukit Lady Penh).

Patung Lady Penh yang dibangun tepat menghadap bukti tempat Wat Phnom berdiri

Wat Phnom
Wat Phnom adalah kuil yang didirikan oleh Lady Penh, kuil yang terletak di atas bukit ini merupakan cikal bakalnya ibukota Kamboja, Phnom Penh. Sayang kami tiba waktu itu sudah menjelang malam dan bertepatan dengan waktu penyemprotan nyamuk sehingga kuil tertutup untuk umum. Jadi harus cukup puas hanya dengan melihat tampak luarnya saja.

Jam besar di dasar bukit, maaf buat yang ikut kefoto :)
Tampak luar Wat Phnom di kala senja

Mekong River
Kalau sudah di Phnom Penh jangan sampai lupa untuk mampir ke sungai yang satu ini, sungai yang melintasi multi negara ini wajib untuk dikunjungi. Mulai dari Cina, Myanmar, Laos, Thailand, Kamboja dan Vietnam semua negara ini dilintasi oleh Sungai Mekong. Pada malam itu kami berkesempatan untuk melintasi sungai tersebut dengan kapal sambil menikmati makan malam. Yang pasti asyik banget, santapan yang super lezat ditemani dengan air tebu yang merupakan minuman favorit di negara ini pokoknya mantap. Tidak terasa setelah selesai makan dan berfoto ria tiba saatnya kapal untuk kembali ke daratan, saatnya balik ke hotel untuk istirahat.

Pose sebentar di atas kapal yang melintasi Sungai Mekong dengan wajah yang sedikit kucel setelah seharian penuh
berkeliling Phnom Penh
Sungai Mekong di siang hari (diambil dari atas bis saat hendak meninggalkan Kamboja menuju Vietnam)
Sedikit tips, sisakan sedikit uang kecil Real untuk bayar toilet sepanjang perjalanan darat
Kisah selanjutnya mungkin ada yang percaya ada juga yang tidak, masih di hotel yang sama di kamar yang sama sepulang dari S-21 dan Killing Fields semua tidaklah lagi terasa sama. Dan hal ini tidaklah dirasakan oleh sebagian orang saja, mama saya yang di malam itu ingin berkunjung ke kamar sebelah tiba-tiba mendengarkan siulan seseorang di lorong kamar padahal setelah dilihat dengan seksama ke sekitar tidak ada siapa-siapa di sana. Di dalam kamar saat hendak tidur mama dan saya mendengar suara benda jatuh dari tengah kamar tapi setelah dilihat tidak ada posisi benda yang berubah. Di pagi harinya kami juga mendengar cerita kalau ada seorang peserta tour lainnya yang melihat seorang anak kecil di dalam kamar mandi. Sampai akhirnya pemimpin tour bercerita kalau semua itu adalah hal yang sudah wajar dan kerap terjadi setiap ada yang pulang berkunjung dari S-21 atau Killing Fields, singkat kata ada yang "ikut pulang". Jadi sudah siapkah Anda untuk berwisata ke Phnom Penh? Kisah ini sekaligus mengakhiri perjalananku di Kamboja, saatnya lanjut ke Vietnam via darat.

Berpose sejenak di Bavet, perbatasan antara negara Kamboja dan Vietnam.
Sampai jumpa Kamboja dan selamat datang di Vietnam, until then ^-^

Selasa, 20 Mei 2014

Cerita Kuliner Cook: "Princess In Glass" - nuraisya blog

"Putri Kaca" or "Princess in Glass" is a traditional dessert originally came from Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Indonesia. Why we called it Princess in Glass? Because you can find the sweet princess which called "Sarikaya" inside the transparent gelatin. Not waiting any longer I present you how to make this delicious dessert.


This is the vessel made from banana leaf
How to fold the banana leaf
And here is Putri Sarikaya looked like before cut into small square shapes
Putri Sarikaya is cut and ready
Just put Putri Sarikaya inside the leaf vessel, then pour with gelatin
Steam the vessels while filling other vessels for round two
And Putri Kaca is ready, enjoy.... ^-^


Kamis, 01 Mei 2014

Cerita Kuliner Trip: Angkor Wat, Siem Reap, Cambodia (Kamboja) - nuraisya blog

Siem Reap, 18 Februari 2014
Sekilas tampilan kota Siem Reap
Penerbangan kami dari Bangkok menuju Siem Reap, Kamboja tergolong cukup singkat. Persis setelah selesai makan dan mengisi form masuk negara Kamboja, pesawat pun mendarat di Siem Reap International Airport. Segera menuju loket imigrasi, dimana om dan tanteku ada yang tercegat karena ada satu form yang terlewat untuk diisi. Nyaris saja dimintai salam tempel, kalau pemimpin rombongan kami tidak menghampiri. Yah, negara ini memang sebelas dua belas dengan negara kita kalau soal sogok-menyogok. Setelah semua barang dan anggota rombongan lengkap di bus masing-masing saatnya mulai perjalanan di Kamboja. Sebagai tujuan awal kami dibawa makan ke restoran yang menyajikan makanan khas Kamboja dan dilanjutkan ke beberapa toko tempat membeli kerajinan perak dan batu, dimana Kamboja memang terkenal murah. Mata uang yang berlaku di negara ini ada dua yaitu US Dollar pecahan kecil dan Cambodian Real (mata uangnya sendiri), namun masyarakat Kamboja sendiri lebih senang menerima USD ketimbang Real. Adapun $1 = 4.000 real, pada awalnya belanja di sini cukup membingungkan saat kita membayar dengan USD bisa saja kembalinya merupakan kombinasi dari kedua mata uang tersebut. Contoh belanja barang seharga $1.5 dan dibayar dengan $5, maka kembalinya adalah $3 dan 2.000 Real. Jadi butuh ketelitian lebih untuk bisa berbelanja di sini.

Sekilas tampilan luarnya mungkin biasa saja, tapi Raffles Grand Hotel D'Angkor  yang sudah berdiri sejak tahun 1932 ini
merupakan salah satu hotel bertarif termahal di Siem Reap.
Percaya atau tidak kuil kecil ini terletak salah satu hook jalan raya, konon banyak yang terkabul
permohonannya sehingga banyak penduduk lokal yang datang untuk memanjatkan doa di sini.

Angkor Night Market
Lagi-lagi kami dibawa ke tempat belanja, hanya yang satu ini berupa pasar sehingga barang yang dijual pun lebih beragam. Mulai dari emas, perak, bebatuan, pakaian, peralatan makan, pajangan, makanan, sampai ke bumbu masak semuanya ada di sini. Terbagi menjadi dua bagian old market dan new market yang dipisahkan oleh sungai. Semua barang di sini murah-murah, selama kita pintar menawar. Jangan sampai kita tertipu dengan harga yang dibuka, harga barang tersebut bisa ditawar hingga seperempatnya tergantung jumlah barang yang akan kita ambil. Buat yang suka jajan di bagian belakang old market ada tempat yang menjual beraneka makanan, termasuk makanan khas negeri ini, yang paling terkenal adalah amok dan loklak. Pulang dari sini kami langsung dibawa ke hotel untuk beristirahat demi perjalanan menjelajah Angkor besok.

Tuk-tuk yang menunggu penumpang dengan setia di sekitar pasar, jadi tidak perlu khawatir soal transportasi pulang.
Kali yang memisahkan antara old market dan new market

Suasana jalan menuju old market (foto diambil dari pinggir kali)
Sebagian karya seni yang diperdagangkan di dalam old market
Tampak luar new market di malam hari
Percayakah kalian kalau ini merupakan kali yang sama dengan foto sebelumnya,
jadi lebih cantik di malam hari dengan lentera yang menghiasi di atasnya.

Siem Reap, 19 Februari 2014
Angkor
Tiket Angkor only for me (sudah usaha maksimal supaya
bisa tampil cantik di foto ini, tapi tetap saja...)
Merupakan sebuah wilayah di Kamboja bekas Kerajaan Khmer, yang berawal pada masa Jayavarman II di tahun 802. Kata Angkor sendiri berasal dari bahasa Sansekerta "nagara" yang berarti kota. Jayavarman II setelah kemerdekaan Kamboja dari Jawa dan berhasil menyatukan beberapa wilayah di Asia Tenggara menyatakan dirinya sebagai Raja Dewa dari Kerajaan Universal. Selama berabad-berabad pembangunan di komplek Angkor terus bertambah sampai lebih dari seribu candi. Sampai dengan tahun 1431 Angkor akhirnya ditinggalkan oleh warganya setelah perang yang berkepanjangan dengan Kerajaan Ayutthaya. Kejatuhan Angkor ini mengakibatkan sebagian besar candi rusak karena tidak diurus, kecuali Angkor Wat yang saat itu tetap dipakai sebagai kuil Buddha. Sampai akhirnya tim ekspedisi dari Perancis memulai proses restorasi yang sangat panjang mulai dari 1907-1970, Angkor yang menyandang gelar salah satu keajaiban dunia hasil karya manusia ini pun dibuka untuk umum dengan jumlah pengunjung yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Kini Angkor menjadi pemasukan utama negeri Kamboja dengan mematok harga tiket masuk "one day pass" sebesar $20 per orang, bayangkan saja berapa pemasukan yang didapat per harinya. Selain tiket satu hari, juga tersedia tiket dengan jangka waktu yang lebih lama buat yang ingin menjelajahi seluruh isi komplek Angkor. Untuk menghindari penyalahgunaan atas tiket yang sudah dibeli, di setiap tiket disertakan masa berlaku dan foto dari si pembeli tiket. Jadi buat yang mau simpan tiket Angkor sebagai kenang-kenangan jangan lupa merapikan diri untuk foto di depan loket tiket ya. Demikian sejarah singkat dari Angkor, kini saatnya mengunjungi tiga candi utama di komplek tersebut.


Angkor Thom
Candi yang menjadi tujuan pertama kami adalah Bayon, Angkor Thom,  yang didirikan oleh Raja Jayavarman VII di atas reruntuhan ibukota Khmer, Yasodharapura setelah berhasil merebutnya kembali dari tangan pasukan Cham (Vietnam Selatan). Angkor Thom merupakan kota dengan tembok batu mengelilingi sisi luarnya berikut candi Bayon sebagai pusatnya. Beliau merupakan Raja Angkor yang terhebat sepanjang sejarah Kerajaan Khmer, selain Bayon beliau juga mendirikan candi Ta Phrom dan Preah Khan sebagai dedikasi kepada orang tuanya. Di masa beliau juga Angkor mengalami masa transisi dari menganut agama Hindu menjadi Buddha Mahayana. Yang terkenal dari Angkor ini adalah bentuk wajah pada struktur Prasat Bayon maupun pada setiap menara di pintu masuknya. Masih banyak dugaan wajah tersebut dibuat atas referensi wajah dari Raja Jayavarman VII, Bodhisattva Avalokiteshvara (Dewi Kwan Im), para petinggi kerajaan, atau mungkin kombinasi dari semua itu. Seperti arti dari namanya yang berarti  "Great City", Angkor ini cukup luas untuk dijelajahi. Sehingga rombongan kami hanya mampir untuk melihat dan mengabadikan sisi luarnya saja.

Candi ini terkenal dengan ukiran wajah di setiap menara-nya, sayang kami tidak sempat masuk ke dalam
Dalam perjalanan menuju Wat Ta Prohm berpapasan dengan turis yang sedang asyik menikmati
keindahan Angkor dari atas seekor gajah (buat yang berminat ada penyewaannya).

Wat Ta Prohm
Ta Prohm yang sudah menyatu dengan
akar-akar pohon di sekitarnya
Berlokasi 1 km dari Angkor Thom, masih didirikan oleh Raja Jayavarman VII yang pada awalnya bernama Jayavihara sebagai bentuk penghormatan kepada keluarga sang raja. Kuil utama mengambil wujud Prajnaparamita, personifikasi dari kebijaksanaan dengan ibunda raja sebagai modelnya. Kuil pendamping di sisi utara dan selatan masing-masing mewakili guru dan kakak tertuanya. Sedangkan untuk ayahanda dari raja dijadikan model dari Bodhisattva welas asih "Lokesvara" di kuil terpisah, Preah Khan yang memang didirikan sebagai pasangan dari Ta Prohm. Seperti kuil-kuil Angkor lainnya, Ta Prohm juga sempat terbengkalai sehingga banyak pepohonan menyembul dari sela-sela kuil ini. Hanya bedanya kondisi ini tetap dipertahankan dengan pertimbangan Ta Prohm merupakan kuil yang paling menyatu dengan lingkungan sekitarnya, dengan tetap memelihara konstruksinya demi keamanan pengunjung. Pepohonan yang dominan menyelubungi kuil ini adalah pohon kapas dan pohon ara dengan akar yang sangat besar seakan-akan sedang mencengkeram Ta Prohm. Tak heran film "Tomb Raider" yang dibintangi Angelina Jolie mengambil setting di sini. Dan sejak itu pula, Ta Prohm kian ramai dikunjungi turis. Kalau diperhatikan lebih dekat lagi di bangunan utamanya banyak terdapat lubang-lubang kecil, ada kabar kalau pada zaman dahulu batu-batu permata pernah mengisi lubang-lubang tersebut sampai dengan ekskavasi oleh bangsa Perancis. Beranjak dari sini kami mampir sejenak di salah satu restoran di sana untuk makan siang, baru kemudian lanjut ke Angkor Wat.

Salah satu kuil pendamping dari Wat Ta Prohm
Salah satu patung Buddha di dalam Wat Ta Prohm
Pohon-pohon yang menjulang tinggi di sekelilingnya seakan-akan hendak melindungi candi
Pose sebentar di salah satu pintu masuk ke selasar candi
Kalau jepretan yang satu ini diambilkan dengan sangat cantik oleh Pak Aziz (tour guide kami hari itu)
Aku berdiri di tengah-tengah akar pohon raksasa, yah kalau akarnya aja sebesar itu kebayang kan pohonnya seperti apa.
Salah satu relief di Wat Ta Prohm

Angkor Wat
Lima menara di tengah Angkor Wat
Nah, kalau candi yang satu ini pasti semuanya kenal. Salah satu dari kejaiban dunia yang menyandang predikat sebagai situs religius yang terbesar di dunia. Kalau dari ukuran bangunan sebetulnya Borobudur dari Indonesia tidak kalah besar, tapi Angkor Wat masih lebih unggul bila diukur secara keseluruhan komplek. Candi ini didirikan pada abad ke-12 oleh Raja Suryavarman II untuk memuja Dewa Wisnu dan berfungsi sebagai kuil kerajaan dan ibukota dari Kerajaan Khmer, oleh karena itu struktur bangunan utama Angkor Wat menyerupai bentuk Gunung Meru yang oleh agama Hindu dipercaya sebagai tempat bersemayamnya dewa-dewa. Begitu pula dengan lima menara utama berbentuk menyerupai kuncup-kuncup teratai di pusat bangunan yang tersusun dengan empat menara mengelilingi satu menara di pusatnya merupakan ciri utama dari candi Hindu. Sempat tidak selesai dan terbengkalai setelah wafatnya sang raja. Dan setelah serangan pasukan Cham, candi ini akhirnya direstorasi dan diteruskan pembangunannya oleh Raja Jayavarman II. Pada akhir abad ke-13 Angkor Wat berubah fungsi menjadi tempat pemujaan agama Budha Theravada yang terus berlanjut sampai sekarang. Bangunan utama Angkor Wat juga dijadikan sebagai lambang negara Kamboja yang bisa kita lihat pada bendera negaranya. 
Patung penjaga di depan jembatan
masuk pintu utama Angkor Wat
Demikian sejarah singkat tentang Angkor Wat, lanjut ke pengalaman pribadiku selama mengunjungi situs bersejarah tersebut. Kami memasuki Angkor Wat dari pintu masuk belakang, setelah melewati jalur komplek hutan akhirnya bangunan utama pun terlihat. Sedikit kontras dengan jalur masuk dari depan yang melalui jembatan panjang menyeberangi telaga air yang disambut dengan pelataran dan kolam kecil. Setelah melewati gerbang masuk belakang yang agak rusak, pintu masuk belakang hanya berupa pagar kayu yang langsung tembus ke dalam candi. Setelah memasuki galeri candi, untuk bisa naik ke menara utama di tengah candi tiket Angkor akan diperiksa kembali oleh petugas. Selain memeriksa kecocokan wajah pada tiket, kita juga diharuskan berpakaian sopan dan dilarang mengenakan topi selama mendaki naik ke atas (karena cari cepat aku langsung menitipkan topi ke tante yang saat itu tidak ikut naik). Sembari naik ke atas dengan sendirinya aku menyadari alasan kenapa ada larangan mengenakan topi, di sela-sela tangga kayu yang aku injak banyak terdapat botol air kosong dan topi yang terselip di sela-selanya. Mungkin karena terbawa angin, yang memang semakin kencang saat mendekati puncak tangga. Setelah sampai di puncak kita bisa mengelilingi lorong-lorong di mana di setiap sisi dalam terdapat altar pemujaan Budha. Sedangkan di sisi luar kita akan disuguhkan pemandangan komplek candi Angkor Wat.
Semua sudut Angkor Wat terlihat mirip
agak berbahaya buat yang buta arah
Setelah pas mengelilingi satu putaran aku pun segera turun, karena sudah terpisah dari rombongan alhasil sibuk cari jalan keluar sendiri di tengah komplek candi yang setiap sudutnya hampir mirip ini. Untung saja sempat berpapasan dengan tour guide dari kelompok lain dan ternyata jalan yang kuambil sudah benar (berpatokan pesan dari tour guide-ku, jangan ambil jalan yang sama dengan jalan masuk karena tempat berkumpul kami di pintu sebaliknya). Setelah berhasil keluar dari bangunan utama dari pintu masuk depan, aku segera menuju tempat berkumpul rombongan. Karena berputar-putar di dalam tanpa mengenakan topi, jadilah yang diserbu pertama kali adalah penjaja kelapa yang kebetulan memang banyak ditemui di situ. Cukup dengan $1 satu buah kelapa utuh bisa langsung dinikmati. Bila airnya sudah habis kita minum, kita bisa menyerahkan buah kelapa tersebut ke penjualnya untuk minta dibelah. Dari belahan kelapa tersebut ia akan membuatkan sendok dari batok kelapa yang bisa kita gunakan untuk mengeruk daging kelapa yang lembut tersebut. Setelah puas melepaskan dahaga, kami digiring menuju pintu masuk utama. Sambil sejenak mampir untuk berfoto di danau kecil di depan Angkor Wat. Dengan ini berakhir sudah perjalanan kami di komplek Angkor dan kota Siem Reap. Sekembalinya kami dari sini, kami langsung melanjutkan perjalanan ke kota Phnom Penh, ibukota dari Kamboja.
Buat yang ingin ke Angkor Wat, ada sedikit pesan dari tour guide kami kalau pemandangan di sini kala purnama katanya sangat spektakuler. Sehingga banyak turis manca negara yang khusus datang pada saat purnama dan bermalam di sini untuk sekedar menikmati pemandangan atau mengabadikannya lewat lensa kamera. Sedangkan saran pribadi saya adalah untuk bisa puas mengelilingi komplek Angkor minimal kita harus meluangkan waktu 1 hari penuh (itu pun masih jauh dari cukup, karena jumlah candi-candinya yang mencapai angka seribu lebih). Demikian liputan saya kali ini, sampai jumpa di liputan berikutnya ^.^

Gerbang masuk belakang Angkor Wat
Tampak belakang dari Angkor Wat (dari sinilah kami masuk hari itu)
Meniti tangga menuju ke puncak menara Angkor Wat
Pemandangan ke arah gerbang masuk depan dari atas menara Angkor Wat
Salah satu relief di Angkor Wat dengan kostum tarian Khmer yang terkenal "Apsara"
(sama dengan gambar magnet yang kubeli)
Jejeran patung Buddha di salah satu selasar Angkor Watt
Pemandangan andalan Angkor Wat, kolam cermin yang merupakan salah satu spot laris buat ajang narsis dan foto-foto
Inilah wujud gerbang masuk depan Angkor Wat (kami malah keluar dari sini, agak terbalik)
Jembatan panjang menuju ke gerbang masuk depan, dengan menyeberangi telaga buatan
Berfoto dengan tour guide kami hari itu, Pak Aziz yang sangat fasih berbicara dalam bahasa Indonesia
(benar-benar Indonesia, bukan logat Melayu)
Untuk yang berminat memakai jasanya boleh klik di sini