Kamis, 27 Maret 2014

Cerita Kuliner Trip: Hidden Beauty at Roi Et, Thailand - nuraisya blog

Bangkok, 15 Februari 2014
Pada keesokan paginya, kami sudah harus segera bersiap lengkap dengan koper-koper untuk berangkat menuju kota berikutnya di bagian Timur Laut (Isan) Thailand, Buriram. Dikarenakan lalu lintas kota Bangkok yang cukup padat, menjelang siang kami baru mulai memasuki jalan tol dan mampir sejenak untuk makan siang di salah satu rest area. Yang tidak lain adalah McD, salah satu restoran cepat saji yang sering jadi penyelamatku di kala lapar di beberapa negara yang pernah kudatangi. Setelah McD, tempat-tempat berikut yang kami singgahi selama perjalanan hanyalah rest area demi rest area, selain jalan tol tentunya. Itupun demi memenuhi panggilan alam untuk buang air kecil, sambil sesekali belanja snack dan cemilan unik dari daerah-daerah tersebut.

Buriram, 15 Februari 2014
Kurang lebih 10 jam terhitung sudah sejak kami meninggalkan kota Bangkok, tidur-tidur ayam di dalam bis ternyata nyaris tidak membantu untuk mengisi energi tubuhku. Terbangun dengan tubuh pegal-pegal, melirik jendela sebentar sambil selentingan mendengar pengumuman kalau kami akhirnya memasuki Buriram. Tidak lama kemudian kami diturunkan di tempat belanja terlengkap dan terbesar di Buriram, semacam mal raksasa yang isinya beragam mulai dari supermarket, gerai pakaian, bank, kosmetik dan tempat makan. Sebagai catatan penduduk lokal di sini nyaris tidak bisa berbahasa Inggris, bahkan sampai ke pegawai bank-nya sekalipun. Bahasa tubuh menjadi bahasa andalan selama di sini. Sudah puas berbelanja di mal tersebut, kami pun melanjutkan perjalanan ke Thepnakorn Hotel untuk bermalam di Buriram.

Buriram, 16 Februari 2014
Bunga-bunga cantik
menyambut pagi di Buriram
Tidak terasa baru istirahat sebentar sudah pagi lagi, saatnya menikmati beraneka menu breakfast yang telah disediakan di hotel sebelum memulai kembali perjalanan. Lanjut menuju propinsi Roi Et, masih di Thailand. Di tengah perjalanan, seperti biasa kami mampir untuk makan siang di salah satu pondokan pinggir jalan. Di sana lagi-lagi nyicip es krim khas-nya Thailand hampir mirip dengan yang di depan Wat Pho, Bangkok. Es krim yang dipatok seharga THB 25 (sekitar Rp.10.000) ini diisi ke dalam batok kelapa muda yang masih lengkap dengan dagingnya dan rasanya uenaaaak banget. Oiya, sebelum lupa di Buriram ini terdapat satu stadium yang merupakan kandang Buriram United, klub sepak bola yang terkenal di Thailand. Menurut penjelasan tour guide kami, katanya banyak pemain-pemain sepak bola handal Thailand hasil jebolan dari Buriram United ini. Dan dalam salah satu perjalanan kami selama di Buriram kami sempat melewati stadium ini, hanya lupa hari ini atau keesokannya.

Es krim di batok kelapa yang wajib coba

Roi Et, 16 Februari 2014
Phra Maha Chedi Chai Mongkol
Tampak luar chedi
Destinasi kami berikutnya, sekitar 4 jam dari Buriram, Phra Maha Chedi Chai Mongkol yang berlokasi di distrik Nong Phok, propinsi Roi Et. Lama-lama sudah mulai terbiasa bangun tidur makan tidur lagi di dalam bis. Dengan muka sembab karena tidur yang serba tanggung, aku pun turun bersama rombongan di pelataran parkir komplek wisata ini. Sekilas mungkin mirip dengan tempat wisata di Indonesia, model-model Kawah Putih, Gunung Tangkuban Perahu di Jawa Barat dimana tidak jauh dari pelataran parkir ada pasar yang dipenuhi oleh penduduk lokal yang menjajakan barang dagangannya. Mulai dari baju kaos, gantungan kunci, makanan, alat musik dan suvenir-suvenir lainnya khas Roi Et.

Untuk menuju ke kuilnya sendiri yang terletak di puncak bukit Namyoi masih butuh naik ke atas lagi, bisa dengan berjalan kaki melewati jalanan yang bentuknya menyerupai tembok cina atau dengan menggunakan jasa angkutan yang disediakan. Jaraknya sih tidak begitu jauh, untuk yang ingin menikmati pemandangan dan tidak terburu-buru mungkin lebih baik mencoba rute berjalan kaki. Setibanya di komplek kuil, kami langsung disambut dengan nuansa putih berbalut emas yang menghias mulai dari pagar luar, chedi (stupa) dan delapan stupa yang lebih kecil mengelilingi chedi. Chedi ini memiliki panjang, lebar, dan tinggi serba 101 meter dan berdiri di atas 101 rai (sekitar 16,16 hektar) yang diambil dari nama propinsi Roi Et yang memiliki arti 101 dalam bahasa Thai.

Pucuk chedi
Selain merupakan salah satu chedi terbesar di Thailand, di sini juga terdapat salah satu relik Buddha yang bisa kita temui di lantai paling atas chedi. Puas berfoto dan berdecak kagum melihat bagian eksterior, masuk ke dalam lebih terperangah lagi melihat bagian interiornya yang sangat detail. Tidak heran chedi ini sejak didirikan di tahun 1994 lalu sampai dengan kini masih belum rampung, karena di beberapa bagian masih ada rangka konstruksi dan bagian yang masih dalam tahap pengerjaan. Walau cuaca di luar terik, begitu masuk ke dalam chedi langsung terasa dingin meskipun non-ac.
Terdiri dari 6 lantai, di lantai pertama terdapat patung seorang Sangha. Kabarnya Phra Maha Chedi Chai Mongkol ini didedikasikan untuk Sangha tersebut. Lantai-lantai berikutnya hampir serupa dimana di tengahnya terdapat patung Sang Buddha dan beberapa Sangha. Lantai empat merupakan museum dan lantai lima berisi tangga melingkar yang menuju puncak stupa tempat relik Buddha bersemayam.

Patung naga berkepala lima yang mencuat dari dalam mulut naga
merupakan penjaga dari gerbang masuk komplek Phra Maha Chedi Chai Mongkol
Lihat deretan patung ini bikin spontan berdecak kagum, karya yang sangat membutuhkan ketelitian
Para umat sedang bersiap membaca Parita
Saat hendak pulang dari sini dekat pintu masuk terdapat dua buah gong besar, yang unik dari gong ini adalah cara membunyikannya tidak dengan dipukul. Aku menyaksikan dan mendengarkan sendiri saat seorang Sangha di rombongan kami membunyikannya hanya dengan mengusap-usap seperti di gambar yang berhasil tertangkap kameraku. Tapi suara yang dihasilkan sangat mencengangkan, sampai menggema ke penjuru pelataran chedi. Spontan aku mengangkat kedua tanganku untuk menutup kuping saat suara sudah semakin membahana merasuk ke sekujur tubuh. Ada beberapa peserta tour yang mencoba membunyikan dengan cara yang serupa tapi kebanyakan tidak berhasil, termasuk aku yang hanya mengeluarkan suara pelan saja (yang penting nyoba, daripada penasaran kan). Dengan ini berakhir sudah perjalananku di chedi yang megah ini. Semoga masih ada jodoh untuk bisa ke sini lagi kala sudah benar-benar rampung.


Wat Buraphaphiram
Masih di propinsi Roi Et, kali ini di kota Roi Et-nya kami mengunjungi tempat berikut yaitu Wat Buraphaphiram. Tidak terasa saat kami tiba hari sudah mulai gelap, saat mendekati tujuan sudah langsung bisa terlihat apa yang membuat tempat ini spesial. Wat Buraphaphiram terkenal dengan patung Buddha berdiri tertinggi di Thailand dengan ketinggian 67,85 meter. Di sekelilingnya terdapat taman yang berisi patung-patung yang menggambarkan kisah Sang Buddha dan goa kecil yang berisi patung Buddha. Sedangkan di dasarnya terdapat tempat sembahyang (bagi yang ingin sembahyang bisa membeli paket, dupa, dan lilin dengan biaya sukarela dari penjual sekitar) dan museum. Kami tidak lama di sini karena sudah saatnya mencari tempat untuk makan malam yang dilanjutkan dengan perjalanan kembali ke Buriram untuk beristirahat.

Bandingkan ukuran patung dengan bis tingkat tersebut, kebayang kan tingginya
Sisi luar gua dihiasi dengan patung-patung Sang Buddha

Buriram, 17 Februari 2014
Prasat Muang Tam
Di hari terakhir kami di Buriram, setelah check out dari Thepnakorn Hotel kami segera menuju ke Prasat Muang Tam dengan tiket masuk seharga THB 30. Setelah puas mengunjungi kuil-kuil Buddha kali ini giliran mengunjungi candi peninggalan agama Hindhu yang berlokasi di distrik Prakhon Chai, propinsi Buriram. Candi Khmer yang sudah berdiri sejak awal abad ke-11 ini didirikan untuk memuja Dewa Shiva. Dengan bagian luar dibentengi tembok batu, di pelataran dalam terdapat empat kolam yang cantik di tengah guguran bunga bernuansa oranye, dan lima menara batu di tengah pelataran tersebut. Menara-menara batu tersebut menggambarkan pusat dari alam semesta dan berfungsi sebagai tempat pemujaan.

Perpaduan warna jingga dari bunga bermekaran di pinggir kolam cantik buat difoto
Bagian tengah Prasat Muang Tam, melambangkan pusat kosmos

Nakhon Ratchasima, 17 Februari 2014
Wat Luang Phor Toh (Thai Movie Star Temple)
Narsis time
Terletak di Sikhiu, Nakhon Ratchasima (Korat) masih di bagian Timur Laut Thailand. Propinsi Nakhon Ratchasima merupakan bagian paling Selatan-nya Isan yang berbatasan dengan bagian sentral / pusat Thailand. Kuil yang didedikasikan untuk Sangha Luang Phor Toh ini masih tergolong baru dan juga masih dalam tahap pengerjaan. Di tanah ini semula hanya berdiri patung berwarna emas Luang Phor Toh sampai dengan seorang bintang film Thailand terkenal bernama Khun Sorapong Chatri membeli tanah di sekitarnya dan mendanai pembangunan konstruksi awal dari kuil ini, dari sinilah istilah "The Movie Star Temple" diperoleh. Buat yang mau bertemu langsung dengan artisnya si katanya bisa datang ke sini setiap akhir pekan, beliau suka melakukan penggalangan dana di sini demi kelancaran pembangunan kuil. Sayangnya kami berkunjung pada hari Senin, tapi walau tidak bertemu langsung dengan artisnya kita tetap bisa menyumbang dana untuk pembangunan kuil kok.
Gedung lain di komplek yang sama
Hampir di setiap penjuru kuil tersebar kotak-kotak amal, di pusat informasi kita bisa berdana dan menuliskan data diri kita di balik genteng yang kelak akan digunakan, di gedung utama tempat patung Luang Phor Toh kita juga bisa berdana, memanjatkan doa dan menempelkan kertas emas di patung Luang Por Thoh yang lebih kecil. Buat yang mau beli cindera mata juga tersedia di pusat informasi dekat pintu masuk. Selepas dari sini kami hanya mampir di rest area yang cukup besar untuk makan, beristirahat, dan beli cemilan yang kemudian dilanjutkan dengan perjalanan kembali menuju Bangkok.

Pemandangan para umat yang menempelkan kertas emas ke patung Luang Phor Toh
Sosok luar Wat Luang Phor Toh yang cantik

Bangkok, 17 Februari 2014
Untuk kedua kalinya kami tiba di Bangkok menjelang tengah malam, hanya saja kali ini sekedar numpang tidur dan meluruskan badan saja. Karena agenda berikutnya adalah Airport Don Mueang untuk bertolak dari Bangkok, Thailand menuju Siem Reap, Kamboja. Sampai ketemu di Angkor Watt di post berikutnya byee ^_^

Mejeng sebentar di Airpot Don Mueang

Selasa, 25 Maret 2014

Cerita Kuliner BonChon @ Grand Indonesia - nuraisya blog

Finally, I have the time to write a review about Bon Chon, a chain store restaurant that came from the ginseng country, South Korea. This is not the first time I eat here, I already eat here for several time before. But for my friend, this is her first. And the branch we choose this time located at Grand Indonesia, Sky Bridge, 5th Floor. We choose this branch not by random or any particular reason beside being the middle point between my place and my friend's place (as always).

Bon Chon, Grand Indonesia
Bon Chon Chicken have one mission which is to make their authentic Korean Fried Chicken to be worldwide known. With branches throughout the world such as United States, Thailand, Philippines, Singapore, Indonesia and probably more in the future. And here's a little story behind Bon Chon's success. Honestly what is your image about fried chicken? Make you fat, unhealthy and many negative thoughts about fast foods. This is the difference between Bon Chon Chicken compare to ordinary fried chickens, by producing delicious, healthy, crispy, juicy, non greasy fried chicken in two flavors, regular and spicy. Why healthy? How? These are their answers...

The secret recipe for a low fat and tasty fried chicken
Bon Chon also a good place to hangout with your friends. Wood accent decorating almost the entire place from walls and the furniture along with the colors of black and white, describing the modern minimalist concept. Free wi-fi is another plus point for this place, you can eat, sit and relax here while surfing the internet or just chatting. I personally think Bon Chon really suit for teenagers, but it doesn't meant adults are not fit here. I'm also an adult, and I always enjoy my eating experience at Bon Chon. The waitress always nice, fast service and of course delicious food, I think that's all I need for a good place to eat.

Bon Chon's interior, wood accent all over the place
Introducing Triple Treat from Bon Chon
And now for the menu we tried that day are new menus from Bon Chon that released at the end of year 2013 and  called Triple Treat, consists of (Fried) Rice Bowl, Sweet Fries and Polka Drinks. I will apologize first because of my belated review (I just got back from a vacation), actually there are new menus available now at Bon Chon, they are Bibimbap and Wonderland Drinks. But I have to hold them for some other time, okay let me continue with the food review.

The packaging also unique, with round paper cup and bowl
Sweet Chilli Rice
IDR 25.000 (before tax)
A bowl of rice, chicken bites with sweet chilli sauce and salads. The taste is almost the same with Bon Chon's regular chicken bites except the sauce. This menu was my friend's choice, for rice bowl's portion maybe not enough for men but suit us ladies.

Mango Tango
IDR 15.000 (before tax)
For the drink I chose Mango Tango from many choices of Polka Drinks. The drink itself is a combination of soda, syrup and bubbles. They come in five variant Lychee Cola, Fairly Lychee, Mango Tango, Lime Punch and Merry Berry.

Black Pepper Rice
IDR 25.000 (before tax)
Another rice bowl menu, almost the same with Sweet Chilli Rice, the only difference is the sauce I chose is black pepper. If I must recommend, I prefer black pepper sauce than sweet chilli. Ohhh, I almost forgot you can choose fried rice instead of rice for all rice bowl menus.

Sweet Fries
IDR 12.727 (before tax)
And to complete the Triple Treat that day is Sweet Fries, still same old potato fries only modified a little. Just like it's name this sidedish really suit for sweet holic, these potatoe fries come with sprinkle of sugar / caramel sauce and brown sows.

Small Mochi Ice Cream (3pcs)
IDR 15.000 (before tax)
These mochis are my favorites from Bon Chon, came with three flavors strawberry, chocolate and vanilla for the filling. Every time I visit Bon Chon, this sidedish is a must. Available on 3 packages, small (3 pcs), medium (6 pcs), and large (9 pcs). You can choose all chocolate, strawbery, vanilla or mix from those three.

Regular Spicy Chicken (4 Thighs)
IDR 39.545 (before tax)
And these are Bon Chon's debut, Korean Fried Chicken with two choices of flavor spicy and original.  I personally fall in love as soon as I taste the spicy one at my first visit at Bon Chon, Gandaria City. The taste is quite different compare to other fried chickens, unique but tasty. Available in combo meal (with rice and drink), regular and basket size that contain Fried Chicken pieces with different amount depend on which pieces you choose. For the regular size for example, you can choose to get four thighs, six wings, three drumsticks, or six strips.

Large Fries
IDR 15.909 (before tax)
Just ordinary potato fries, I don't have to describe more for this sidedish. Who doesn't like french fries raise your hand please? Nobody I bet. Fried chicken and fries always make a great combo, soulmate I called it.

Delivery service also available, just call 5000-51
Okay that's all the info I can provide for now, you must come and taste it for yourself to proof all I'm writing here. Relax, for Bon Chon's already spreading it's wings now, you probably don't have to go far to taste the delicious meal from Bon Chon. You can check the nearest branch at it's website, you can find the link at the end of this review. Still too lazy to go but hungry for Bon Chon's meal, you can try for the delivery option (minimum order applied). So enjoy your experience with Bon Chon now and see you until my next food review ^_^

Bon Chon
https://www.facebook.com/BonChonIndonesia

Bon Chon
Grand Indonesia
Sky Bridge 5th floor
Jakarta

Jumat, 21 Maret 2014

Cerita Kuliner Trip: Religious Bangkok, Thailand - nuraisya blog

Surabaya, 13 Februari 2014
Setelah menginap semalam di kota Surabaya, menjelang siang aku dan beberapa keluarga yang akan mengikuti tour ke Thailand, Kamboja dan Vietnam berangkat ke Airport Juanda. Secara pribadi aku sebetulnya lebih suka berjalan sendiri ketimbang ikut tour, tapi karena banyak anggota keluarga yang sudah cukup berumur tidak apalah yang penting judulnya tetap jalan-jalan. Setelah semua anggota tour lengkap berkumpul dan check in ke counter Air Asia (pesawat yang kami gunakan menuju ke Bangkok), kami pun segera meluncur ke ruang tunggu keberangkatan. Sekitar jam 4 sore pesawat kami pun lepas landas meninggalkan Juanda menuju Airport Don Mueang, Bangkok. Yang kemudian baru kami ketahui bahwa hari itu merupakan hari terakhir Airport Juanda beroperasi, dikarenakan di hari yang sama pada malam harinya Gunung Kelud meletus.

Bangkok, 13 Februari 2014
Kami tiba di Airport Don Mueang cukup malam, untung saja sudah memesan makan saat di atas pesawat. Cukup dengan merogoh kocek sebesar Rp.45.000 nasi lemak dari Air Asia yang hangat dan enak pun dengan cepat tandas untuk mengganjal perut di malam itu. Dikarenakan jalanan Bangkok yang macet, kami pun sedikit terlambat dijemput bis tour dan tiba di Khurana Inn menjelang dini hari. Khurana Inn adalah hotel tempat kami menginap selama 2 malam, berlokasi di daerah Pratunam yang merupakan daerah pusat belanja nya Bangkok. Hati-hati buat yang hobi belanja bisa kalap kalau menginap di daerah ini, banyak tempat untuk menyalurkan hobi kalian itu seperti di Pasar Pratunam dan Indra Square.

Suasana Pasar Pratunam di pagi hari, foto diambil dari depan Khurana Inn
Bangkok, 14 Februari 2014
Wat Traimit (Temple of the Golden Buddha)
Patung Buddha di puncak
Wat Traimit
Kuil yang berlokasi di Chinatown-nya Bangkok ini terkenal dengan patung Buddha yang terbuat dari emas padat terbesar di dunia. Pada hari itu banyak sekali umat Buddha Thailand yang melakukan ibadah di tempat ini, karena bertepatan dengan hari Magha Puja. Magha Puja adalah salah satu festival agama Buddha yang dirayakan setiap bulan purnama Magha di Kamboja, Laos dan Thailand. Biasanya di hari ini para anggota Sangha berkumpul di kuil-kuil untuk memberikan kesempatan kepada para umat untuk bisa berdana kepada mereka dan membacakan doa. Secara kebetulan pula di tahun 2014 ini hari Magha Puja jatuh tepat pada tanggal 14 Februari bersamaan dengan hari Valentine. Selain berbagi kasih terhadap pasangan juga berbagi kebajikan terhadap sesama, pokoknya klop banget perayaan hari ini. Untuk bisa masuk ke Wat Traimit dikenakan biaya THB 40 dan pengunjung diharapkan berpakaian sopan. Di puncak Wat Traimit terdapat satu ruangan dimana di dalamnya terdapat patung Buddha emas, buat yang mau masuk ke dalam semua alas kaki harus dilepaskan. Tenang saja kita tidak perlu repot menentengnya, semua alas kaki bisa dititipkan di rak-rak yang sudah disediakan. Di dalam juga disediakan botol-botol air minum yang sudah diberkahi dengan doa para Sangha, kemarin si aku ambil sebotol dengan tidak lupa memasukkan sedikit uang ke kotak sumbangan di dekatnya. Lumayan kan buat mengisi dahaga di tengah hari yang terik. Setelah puas berkeliling sebentar dan foto-foto di atas, kami bergegas turun untuk berkumpul menuju tujuan berikutnya.

Tampak luar Wat Traimit
Salah satu bentuk berdana di hari Magha Puja, dan masih banyak kreasi-kreasi lainnya

Wat Pho (Temple of the Reclining Buddha)
Komplek Wat Pho
Berlokasi dekat dengan Grand Palace, komplek kuil ini merupakan komplek kuil yang terluas dan tertua di Bangkok dan juga terkenal dengan patung Buddha berbaring terbesar sepanjang 43 meter. Dikenakan biaya untuk tiket masuk sebesar THB 100 cukup pantas untuk mengelilingi komplek yang luas ini. Untuk melihat patung tersebut kita harus melepaskan alas kaki terlebih dahulu, bisa disimpan di tas kain yang dipinjamkan oleh para petugas saat hendak memasuki bangunan tempat patung tersebut berdiam. Begitu pula buat yang berpakaian minim atau kurang sopan akan dipinjamkan baju kain panjang yang wajib dikenakan selama berada di ruangan tersebut. Setelah melewati pintu masuk yang pertama kita lihat di lorong adalah kepala sang Buddha yang sedang ditopang oleh sebelah tangannya, berlanjut sampai dengan ke ujung kakinya ke seberang gedung tersebut. Setelah memutar di ujung lorong, di sisi punggung sang Buddha atau di jalur kembali ke pintu keluar terdengar bunyi gemerincing dari uang-uang logam yang berbenturan dengan mangkuk perunggu. Cukup dengan THB 20, kita bisa mendapatkan semangkuk recehan untuk kita isi ke dalam 108 mangkuk tersebut yang dipercaya dapat membawa keberuntungan. Kenapa 108? Dari sumber yang pernah kubaca konon 108 memiliki makna khusus dalam ajaran Buddha, yang merupakan jumlah dari hawa nafsu manusia. Berasal dari 6 panca indera kita yang bisa merasakan / mengecap 3 hal (senang, sakit, netral), dikalikan lagi dengan 2 jenis nafsu (baik dan buruk) dan dikalikan lagi dengan 3 masa (sekarang, masa lampau, masa depan), 6x3x2x3=108. Kurang lebih begitu penjelasannya, mohon diralat bila salah. Selain patung Buddha berbaring, di komplek ini juga banyak terdapat prang (stupa) dengan desain yang cukup unik dan penuh warna. Buat yang sudah pernah ke Wat Arun mungkin bisa langsung mengenalinya karena kemiripan desain dari kedua Wat tersebut. Lagi-lagi di sini kita bisa mendapatkan sebotol air minum gratis dengan menunjukkan tiket masuk kita di salah satu pojokan dekat pintu masuk ke Buddha tidur, lumayan disimpan dulu kalau-kalau haus pas mengelilingi komplek.

Patung Buddha Berbaring (diambil dari bagian kepala, dekat pintu masuk)
Patung Buddha Berbaring (diambil dari kakinya, sisi bagian dalam ruangan)
Para pengunjung yang berbaris memasukkan koin ke dalam jejeran 108 mangkuk
Selesai menjelajahi komplek Wat Pho dengan sedikit nyasar dan buta arah kami segera menuju ke arah parkiran di luar, takut tertinggal rombongan. Di depan Wat Pho ini banyak sekali jajanan, ada satu jajanan yang aku suka banget di sini. Ga tau apa nama persisnya, yang pasti es krim ini uenaaakk banget plus dengan isinya atau topping yang beraneka macam jadi wajib hukumnya untuk dicoba dijamin ga bakal nyesel. Selain es krim ada juga yang jualan es serut, buah delima, souvenir, nasi briyani, sate sosis cocolan, topi dan lain-lain, pokoknya lengkap banget dah.

Ini neh es krim yang bikin kepincut sama jajanan di Thailand (kiri)
Foto Bapak penjual es krim, tentu saja setelah minta izin untuk diambil fotonya (kanan)

Wat Arun (Temple of Dawn)
Feri, transportasi
penyeberangan massal
Tidak jauh dari Wat Pho, tepatnya berjalan ke kiri dan menyeberang jalan terdapat pasar di pinggir Sungai Chao Phraya. Dari situ kita bisa menaiki kapal feri untuk menyeberangi sungai dengan membayar THB 3 per orang menuju Wat Arun. Buat yang malas mengantri dan berdesakan bisa mencoba alternatif lain, yaitu dengan menyewa kapal hias untuk menyeberang dengan biaya lebih tentunya. Sedangkan tiket masuknya sendiri hanya THB 50, lebih murah bila dibanding dengan tetangganya, Wat Pho.

Wat Arun dari depan pada siang hari
Wat Arun atau yang juga dikenal dengan "Temple of Dawn", mendapatkan sebutan tersebut sesuai dengan namanya Arun yang berasal dari nama dewa dari agama Hindu "Aruna" yang berarti matahari terbit. Sempat ditelantarkan selama beberapa saat sampai masa pemerintahan Rama II memutuskan untuk restorasi dan menambah ketinggian prang sampai dengan 70m. Wat Arun terdiri dari lima prang dengan satu prang utama yang lebih besar di tengah keempat prang lainnya. Struktur bangunannya sendiri memiliki gaya yang cukup unik nyaris serupa dengan prang-prang di Wat Pho, dengan detail warna-warni yang setelah diteliti lebih dekat ternyata berasal dari porselen dan pecah belah yang ditanam ke dalam konstruksi prang tersebut. Prang tersebut bisa dinaiki sampai nyaris ke puncaknya dan disediakannya anak tangga yang cukup memadai, buat yang masih kuat boleh mencoba naik ke atas. Cukup memadai di sini, karena semakin ke atas anak tangga akan semakin curam dan susah untuk dinaiki, sehingga keberadaan pegangan di kedua sisi tangga sangatlah membantu untuk yang mencoba untuk naik kesana. Katanya sih, ini menggambarkan tingkat kesulitan yang kita hadapi berbanding dengan semakin tinggi tingkat kehidupan yang ingin kita capai. Lepas dari itu, yang pasti kalau sudah ke sini sayang juga kalau tidak naik ke puncak, karena dari atas kita bisa menyaksikan keindahan sungai Chao Phraya.

Detail dari Wat Arun, yang tediri dari porselen dan pecah belah warna-warni yang tertanam di dalam konstruksi
Pemandangan sungai Chao Phraya dari puncak Wat Arun
Tampak di sisi kanan salah satu prang yang mengawal prang utama tempat aku berdiri
Masih di komplek yang sama terdapat pasar souvenir mulai dari magnet kulkas, topi, baju kaos dan beraneka dagangan lainnya bisa ditemui di sini, buat yang hobi berbelanja dan tidak sanggup naik ke puncak bisa menghabiskan waktu dan isi dompet di sini. Di sini pula akhirnya aku membeli sebuah topi lebar karena sudah mengaku kalah dengan teriknya matahari Bangkok. Oya, ada satu hal lagi yang didapat saat ke Wat Arun hari itu, karena bertepatan dengan hari Magha Puja dan Valentine, di komplek pelataran Wat Arun hari itu sangat ramai pengunjung mulai dari turis sampai dengan umat yang ingin beribadah di tempat ini. Terkait dengan Magha Puja, altar-altar sembahyang dan upacara keagamaan pun bisa kita temui di beberapa bagian komplek. Dan di atas puncak Wat Arun sendiri terpasang satu lembar kain berwarna pink yang melingkari puncak pagoda yang bertuliskan coret-coretan pesan kasih sayang yang sangat menggambarkan suasana Valentine, berdasar asumsi penulis tentunya walau tidak mengerti arti tulisannya yang pasti gambar love di semua negara sama ^.^

Suasana di puncak Wat Arun, ternyata banyak juga yang berani naik sampai ke puncak
Beginilah pemandangan saat mau turun dari puncak Wat Arun,
cukup curam ternyata pas naik sih ga terasa
Prang (pagoda) utama Wat Arun

Se Mien Fo (Maha Brahma)
Kalau yang satu ini sering disalahartikan sebagai Buddha berwajah empat, padahal sosok sebenarnya dari Se Mien Fo ini adalah Dewa Brahma. Asal-usulnya Dewa Brahma sampai memiliki 4 wajah dimulai dari ketertarikannya terhadap kecantikan Dewi Saraswati yang selalu menghindari tatapannya. Saat Dewi Saraswati menghindar ke kanan Dewa Brahma memunculkan kepala baru di sisi kanan wajahnya, demikian pula saat ia menghindar ke kiri dan ke belakang sampai akhirnya ada 4 wajah di setiap penjuru arah. Lalu kenapa Se Mien Fo yang berlokasi di pusat perbelanjaan MBK Bangkok ini sedemikian terkenalnya sehingga orang-orang dari berbagai penjuru dunia suka mampir memohon di depan altarnya? Semua itu karena berita yang tersebar kalau memohon dengan nazar tertentu di tempat ini, seringkali terkabul. Seperti kisah si gadis yang putus cinta dan bisa kembali berbahagia dengan pasangannya, yang menari telanjang di depan altar untuk memenuhi nazarnya. Konon kisah si gadis ini merupakan cikal bakal dari ketenaran Se Mien Fo di kalangan dunia. Karena kondisi Bangkok yang waktu itu masih dikategorikan rawan karena demo, waktu kami ke sana kami tidak bisa masuk melihat Se Mien Fo dari dekat, hanya bisa dari depan pagar saja. Tapi buat yang mau memanjatkan permohonan dan nazar di sana tetap bisa walau dari depan pagar, dengan membeli paket bunga, dupa dan lilin seharga THB 200 dari para penjaja di sekitar. Kenapa bisa mahal dan tidak ditawar dulu, sedikit banyak karena ada kepercayaan kalau belanja buat sembahyang kurang manjur kalau pakai acara ditawar dulu. Selebihnya cukup mengikuti arahan mereka, mulai dari pasang lilin, menaruh kalungan bunga, memanjatkan doa dengan mengangkat dupa, sampai dengan menempelkan kertas emas. Yah mungkin agak terbolak-bolak caranya karena mendengarkan pengarahan dalam bahasa Thai yang so pasti aku ga ngerti plus di tengah desakan orang-orang yang ramai memanjatkan doa di sana.

Se Mien Fo di malam hari, pagar depan sudah ditutup dan lantai sedang disikat oleh petugas
Yak, sampai di sini saja perjalananku di Bangkok kali ini. Siap untuk berangkat ke tujuan berikutnya masih di negeri gajah putih ini, sampai bertemu di post berikutnya ^-^