Kalian pasti pernah dengar pepatah "Banyak jalan menuju Roma", kali ini pepatah tersebut akhirnya terbukti dalam salah satu fase perjalanan hidupku. Setelah perjuangan yang cukup panjang dan melelahkan demi visa Schengen akhirnya berhasil juga menjejakkan kaki di Roma. Di post kali ini, aku akan membahas apa aja sih yang kami lakukan selama dua hari di Roma. So here we go...
01. Papal Audience
St.Peter's Square |
Buat yang baru dengar istilah ini, Papal Audience adalah kesempatan untuk bisa bertatap muka dan melihat Paus secara langsung. Papal Audience untuk umum diadakan setiap hari Rabu dan berlokasi di St.Peter's Square, Vatican. Sebetulnya untuk bertemu dengan Paus sama sekali tidak dipungut biaya, asal tahan berdiri dan berdesak-desakan di tengah kerumunan sepanjang acara. Tapi bila ingin mendapatkan tempat yang lebih eksklusif dan melihat Paus lebih dekat, sebaiknya mengambil paket tour seperti yang kami lakukan hari itu. Dengan booking online seharga US$43 sebelum berangkat, pada hari itu kami cukup berkumpul di titik yang sudah ditentukan untuk kemudian dipandu oleh tour guide kami berbaris masuk ke barisan tempat duduk yang sudah disediakan. Posisinya pun cukup dekat dengan rute Paus ketika berkeliling menyapa para umatnya.
Tips: Karena acara yang cukup lama dari pagi sampai lewat siang hari, jangan lupa untuk membawa perbekalan yang cukup. Terutama makanan dan minuman, walaupun di sekitar situ banyak penjaja makanan tapi harga yang ditawarkan relatif lebih mahal bisa sampai dengan 4x lipat dari harga normal. Waktu itu kami pergi tanpa persiapan, akhirnya terpaksa merogoh kocek €2 hanya untuk sebotol kecil air mineral (terpaksa beli 1 botol patungan berdua dengan teman, minumnya pun irit dihitung tegukan demi tegukan :p). Karena kami pergi masih di penghujung musim panas, topi atau payung juga wajib hukumnya (ga mau kan foto-foto liburan kamu berakhir dengan muka gosong, apalagi perjalanan masih panjang).
Paus Fransiskus menyapa para peserta Papal Audience dari dekat |
02. Colosseum
Tampak luar Colosseum, bagian belakang |
Selepas siang, tepatnya sesudah mengikuti Papal Audience dan makan siang. Kami segera meluncur ke Colosseum, walaupun sempat kecewa saat melihat hampir separuh sisi luar Colosseum lagi-lagi dibentengi dengan kerangka besi untuk konservasi. Untuk bisa masuk ke dalam cukup mengantri sebentar dan membayar tiket seharga €12, dimana aku sempat terperangah sebentar melihat betapa besar dan megahnya bangunan yang dibangun berabad-abad lalu ini. Sebuah bangunan raksasa yang di masa jayanya merupakan tempat para gladiator bertarung antara hidup dan mati hanya demi hiburan untuk para pembesar semata. Memang cukup tragis kalau kini tempat ajang pembantaian tersebut jadi tempat wisata yang terkenal dan selalu padat pengunjung. Tak menunggu lama, kami langsung sibuk berfoto-foto ria sambil mencari-cari setting film Hollywood "Jumper" yang tokoh utamanya bisa teleportasi menyelinap masuk ke bagian dalam Colosseum (yang memang saat kami ke situ tidak terbuka untuk umum). Tak lupa naik ke bagian atas Colosseum untuk mengambil foto dan berkeliling sebentar di bagian museum untuk melihat patung yang konon merupakan gladiator jagoan alias juara bertahan, blueprint colosseum dan masih banyak peninggalan-peninggalan lainnya.
Bagian dalam arena Colosseum, diambil dari lantai atas (bagian podium penonton). |
03. Basilica St.Clement
Plang penunjuk arah ke Basilica St.Clement |
Tips: Sebelum keluar dari sini lebih baik siapkan dulu uang kecil, jangan sampai seperti aku yang kelabakan cari uang kecil saat keluar dan salah kasih uang koin dengan pecahan yang cukup besar.
04. Trevi Fountain
Nah, kalau yang satu ini siapa sih yang tidak kenal. Kolam yang satu ini selain tempat nongkrong yang asyik (ramai sekali dengan turis maupun warga lokal yang nongkrong), juga terkenal dengan mitos melempar koinnya. Lempar koin sekali maka kamu akan kembali lagi ke Roma, lemparan kedua kamu akan menemukan cinta, dan dengan lemparan ketiga kamu akan menikah. Yang pasti wajib hukumnya melempar koin kalau sudah sampai di Trevi. Sempat baca juga di salah satu artikel kalau melempar koin harus dengan tangan kanan melalui bahu kiri supaya manjur. Ada juga aturan lainnya kalau melempar koin harus sambil membelakangi kolam, memejamkan mata dan memohon. Sayangnya aku baru tau soal aturan ini setelah kembali dari Eropa, jadi kemarin hanya lempar koin ke belakang dengan duduk membelakangi kolam saja.
Tips: Kalau mau irit siapkan dan bawa koin recehan Rupiah dari Indonesia untuk ritual mitos ini.
Tips: Kalau mau irit siapkan dan bawa koin recehan Rupiah dari Indonesia untuk ritual mitos ini.
Kolam Trevi dengan patung Dewa Neptunus dan kuda-kuda laut yang mengelilinginya. |
05. Parliament House
Gedung parlemen ini sebetulnya tidak ada di jadwal tujuan kami, tapi tidak sengaja kami lewati saat dalam perjalanan dari Trevi menuju Pantheon. Kalau di Indonesia mungkin kita lebih mengenal dengan sebutan gedung MPR. Kebetulan saat itu, penjagaan di depan gedung ini lumayan ketat terlihat dari banyak penjaga yang sedang berkeliaran dan ada mobil van stasiun televisi lokal yang parkir di sekitar situ. Bingung juga sih melihat kondisi tersebut, tapi saat lebih maju ke depan ternyata sedang ada unjuk rasa. Tapi unjuk rasa yang tergolong damai, tidak seekstrim yang sering kita lihat di Indonesia. Kalau dari spanduk yang kubaca sih, demo ini terkait tentang penelitian "stem cells" salah satu metode penyembuhan yang sedang in di dunia medis saat ini. Tidak berlama-lama di sini, kami pun melanjutkan perjalanan ke Pantheon.
Sempat foto salah satu spanduk demo, akhirnya ada juga yang berbahasa Inggris (yang lainnya Italiano) |
06. Pantheon
Patung Yesus di dalam Pantheon |
Tampak depan Pantheon, sewaktu kami tiba masih agak terang |
07. Spanish Steps
Fountain of The Ugly Boat, karya Bernini |
Tips: Kehidupan malam di Roma tidak selalu bersahabat, sebagai contoh saat kami sedang berfoto di Spanish Steps ada pria mencurigakan yang sedang mengincar tas salah satu temanku. Kebetulan ia menaruh tasnya di lantai saat mengambil foto kami, jadi waspada waspadalah... seperti pesan Bang Napi.
Saat ambil foto ini loh, tas temanku sudah menjadi incaran. Sampai tidak berani minta retake, karena sudah menyadari ada gelagat tidak beres di depan mata kami. |
Kamis, 12 September 2013
08. Vatican Museum
Berpose geje di Vatican Museum Difotokan oleh Leny |
Langit-langit pun dipenuhi lukisan |
Setelah puas berkeliling sambil menganga melihat lukisan-lukisan, kami keluar ke halaman tengah untuk menyeberang ke sisi lain museum. Di sini terdapat banyak karya pahatan patung-patung dewa-dewi Yunani, dari beberapa yang berhasil kukenali adalah Artemis (dewi perburuan), Venus, Cupid, dan Hercules. Setelah puas berfoto geje ria di sini kami pun segera melanjutkan ke tujuan berikutnya St.Peter's Basilica.
Halaman tengah Vatican Museum |
Patung-patung di dalam Museum Vatican |
09. St. Peter's Basilica
Tampak luar St.Peter's Basilica, tidak seramai saat Papal Audience |
Interior St.Peter's Basilica |
10. St. Peter's Basilica's Dome
St.Peter's Basilica Dome Diambil dari teras atas |
Tepat setelah kami keluar dari pintu samping gereja, saat me-refill botol minum kami melihat ada barisan yang sedang antri di depan sebuah loket. Cari-cari info sejenak ternyata barisan tersebut merupakan antrian untuk membeli tiket masuk ke Peter's Basilica Dome (puncaknya St.Peter's Basilica). Setelah berembuk, akhirnya kami putuskan urusan makan bisa menunggu mumpung di sini harus manfaatkan waktu sebaik-baiknya. Selama mengantri kami melihat kalau harga tiket terbagi atas 2 jenis, yang tediri dari paket lift €7 dan tangga €5. Setelah tanya lebih jauh ternyata bedanya adalah 320 anak tangga + lift untuk paket lift, dan 551 anak tangga untuk paket normal. Sebaiknya ambil paket lift, karena aku sudah merasakan sendiri bagaimana rasanya sudah tertolong naik lift di awal sekalipun tidaklah cukup. Masih butuh perjuangan yang berat untuk bisa menempuh 320 anak tangga sisanya, apalagi kalau full lewat tangga. Sebetulnya ada banyak faktor penyebabnya, pertama anak tangga yang semula terlihat ringan semakin ke atas semakin sempit sangat tidak disarankan untuk yang menderita fobia tempat tinggi dan tempat sempit. Faktor kedua, siang itu kami masih belum makan apa-apa sejak sarapan dan croissant (bekal darurat), padahal hari sudah hampir sore. Faktor ketiga adalah barang bawaanku, satu tas kamera SLR, satu ransel peralatan darurat dan minuman, dan khusus hari itu ditambah dengan tas belanjaan berisi satu kotak puzzle 1000 pieces oleh-oleh dari Vatican Museum. Jadi lengkaplah sudah penderitaanku hari itu, untung saja ada beberapa tempat perhentian kecil yang diselipkan oleh perancang bangunan ini untuk beristirahat. Sempat mampir sejenak untuk beristirahat di salah satu ceruk, senyum-senyum malu dengan sepasang kakek nenek (sambil berpikir canggih juga ya mereka masih kuat mendaki ke puncak sini), mereka sedang beristirahat tidak jauh dari tempatku. Kalau tidak mungkin aku akan menarik tombol panggilan darurat yang selalu menggoda di setiap sudut tangga, sembari bersyukur untung tadi naik lift. Setelah memaksakan diri untuk terus naik dengan tas dan bawaan yang nyangkut sana-sini karena medan yang semakin sempit. Akhirnya kulihat secercah cahaya, tiba juga di atas hip hip hura....
Puncak dome dari bagian dalam Akhirnya udara segar... |
Tips: Untuk yang bawa kamera atau smartphone dan berniat untuk mengabadikan momen selama di puncak St.Peter's Basilica sebaiknya bawa baterai cadangan atau power bank. Karena ada kejadian seorang turis bule yang sudah capek-capek sampai di puncak ternyata baterai kameranya mati. Setelah celingak-celinguk cari pinjaman baterai, akhirnya ia menghampiriku (sempat geer sebentar disamperin bule, yang taunya cuma mau pinjam baterai). Akhirnya dengan baik hatinya aku pinjamkan, dengan syarat tidak boleh foto jauh-jauh dari pandanganku (maaf ya, bukannya tidak percaya tapi baterai itu nyawa selama bepergian).
St.Peter's Square diambil dari puncak St.Peter's Basilica I'm like a bird I like to fly away.... |
Sudah segar kembali setelah turun dari atas, mampir dulu untuk foto-foto di teras atas St.Peter's Basilica Difotokan oleh Cecil, sampai jumpa di review selanjutnya ^-^ |