Minggu, 15 September 2013
Milan
Merupakan sebuah istana yang dibangun pada abad ke-15, berbentuk seperti segi empat dengan lapisan gedung membentengi di setiap sisinya lengkap dengan parit di sisi luar benteng dan gerbang masuk berbentuk jembatan angkat (citadel). Nama Sforza sendiri berasal dari nama keluarga yang berkuasa di Milan pada zaman Renaissance. Francesco Sforza yang meneruskan pembangunan dan restorasi dengan model citadel ini juga menambahkan menara pada konstruksinya. Sempat mengalami beberapa rekonstruksi lagi dan menjadi pusat pertahanan pada masa perang, namun kini sudah resmi menjadi museum yang terbuka untuk umum. Untuk menuju Sforza Castle pertama-tama kami harus kembali ke Duomo untuk naik Metro (subway-nya Milan) line merah dan turun di Cadorna. Sebetulnya ada dua cara menuju Duomo dengan berjalan kaki atau naik tram, karena hujan sudah mulai berhenti dan belum tau naik tram harus tunggu dimana kami memilih berjalan kaki sambil window shopping di pertokoan sepanjang jalan. Kami tiba di Sforza Castle sudah mendekati jam tutup sehingga hanya bisa berfoto di dalam komplek istana saja tidak sempat untuk masuk ke museumnya yang katanya sangat luas. Masuk ke istana tidak dipungut bayaran, tarif masuk hanya dikenakan untuk yang berminat masuk ke museumnya. Selagi sibuk saling mengambil foto, salah seorang teman kami menghilang ke arah toilet. Sampai jam kunjung berakhir dan petugas mempersilakan para pengunjung segera pulang supaya bisa menutup gerbang istana, teman kami yang satu itu belum muncul juga. Hadeuh bagaimana ini pikir kami, sambil sibuk menjelaskan ke petugas kalau teman kami masih ada di dalam toilet. Ga lucu kan kalau sampai terkunci di dalam istana gara-gara kelamaan nyetor. Akhirnya setelah menunggu beberapa saat teman kami pun muncul dengan muka tak berdosa, tidak lupa kami mengucapkan terima kasih ke pak petugas yang sudah sabar menunggu sebelum bertolak dari istana. Di depan istana ini pula kami pertama kali bertemu dengan orang kulit hitam yang menawarkan gelang persahabatan gratis ke salah satu temanku dengan super duper ramahnya, yang sudah pasti ada apa-apanya. Dan benar saja saat kami menghampiri untuk mengajak pergi teman kami menjauh dari orang tersebut, ramahnya langsung digantikan dengan umpatan yang kena sensor kalau dituliskan di sini. Itulah wujud aslinya, tidak menghiraukan lebih jauh kami langsung berlalu menuju Duomo kembali.
Duomo di Milano (Milan Cathedral)
Nah, kalau gereja yang satu ini sering kami lewati selama di Milan karena dekat dengan hostel. Gereja bergaya gothic yang didedikasikan kepada Santa Maria Nascente ini merupakan gereja terbesar di Italia dan nomor lima terbesar di dunia. Tidak heran pembangunannya baru selesai tahun 1865, hampir enam abad sejak peletakan batu pertamanya pada tahun 1386. Selama kurun waktu tersebut pembangunan Duomo ada di tangan berbagai arsitek dan insinyur, sehingga gaya interior-nya pun cenderung beragam mengikuti gaya masing-masing pembuatnya (walau belum sempat melihatnya secara langsung). Sempat tersendat dalam penyelesaiannya karena masalah dana, sampai ada penggalangan dana salah satunya program adopsi patung gargoyle yang menghiasi eksterior gereja. Untuk bisa masuk tidak dipungut bayaran, cukup dengan berpakaian sopan saja. Atap Duomo juga terbuka untuk umum dengan membayar biaya masuk buat yang ingin melihat detail pada puncaknya. Malam itu kami hanya berfoto di depan Duomo saja, dan berencana kembali ke sini dengan pakaian yang lebih sopan di keesokan harinya.
Galleria Vittorio Emanuele II
Bangunan ini masih bertetanggaan dengan Duomo, merupakan salah satu mal yang tertua di dunia. Didirikan oleh Vittorio Emanuele II, raja pertama Kerajaan Italy. Terdiri dari empat tingkat, berupa dua gang beratap kaca yang menyambungkan Piazza del Duomo dan Piazza della Scala. Di titik pertemuan kedua gang tersebut berbentuk segi delapan dengan atap kaca berbentuk kubah. Di dalam mal ini terdapat berbagai toko barang bermerk mulai dari baju, perhiasan, buku, lukisan, juga terdapat restoran, bar dan kafe yang sering jadi tempat berkumpul. Pemandangan mal ini di malam hari jauh lebih indah ketimbang di siang hari saat kami pertama datang. Hanya saja pertokoan di sini cenderung tutup lebih cepat ketimbang di Indonesia, saat kami datang saja sudah banyak toko yang tutup padahal baru sekitar jam 8 malam. Jadi kalau ada yang niat belanja atau sekedar melihat-lihat isi toko silakan datang lebih awal ke sini. Dari sini kami kembali menuju ke hostel, sambil sesekali mampir di pertokoan yang kami lewati. Setiba di Ostello Bello kami mengambil paket makan malam di sana, dengan membeli salah satu jenis minuman di bar dapat mengambil makan sepuasnya. Saat memesan kami memastikan terlebih dahulu jenis minuman racikan mana yang non alkohol, demi menghindari kejadian seperti siang harinya. Dengan ini berakhir sudah hari pertama kami di Milan, saatnya istirahat.
Senin, 16 September 2013
Milan
Milan
Setibanya di stasiun Centrale Milan, kami langsung membeli tiket kereta menuju kota Luzern (Swiss) seharga €67 dan tiket "ATM" seharga €8.5 yang berlaku selama 48 jam untuk semua jenis transportasi di Milan (subway, tram dan bis). Di kota modenya Italy ini kami langsung disambut dengan hujan pertama selama perjalanan kami di Eropa Barat. Hujan yang cukup deras membuat kami cukup kesulitan dalam usaha pencarian alamat Ostello Bello, tempat kami akan bermalam. Di antara kami berempat hanya aku yang membawa payung itupun hanya bisa pas-pasan untuk dua orang, sehingga yang lainnya pasrah saja menikmati rasanya mandi hujan di Milan. Lagi-lagi di sini kami ditolong oleh orang lokal yang dengan ramahnya mencarikan jalan tempat hostel kami berada di smartphone-nya. Lokasi hostel kami sebetulnya mudah dijangkau dan cukup dekat dengan Duomo, cukup naik line hijau dari Centrale stasiun tempat kami turun. Ostello Bello merupakan hostel yang nyaman buat para backpacker, sambil menunggu proses check-in kami langsung disuguhi welcome drink pilihan kami. Ada pengalaman yang kocak dari "welcome drink" ini, mungkin karena kedinginan habis berhujan-hujan dan kelaparan sambil cari alamat pilihan kami berempat langsung kompak ke Red Wine, dengan pikiran yang sama buat menghangatkan tubuh. Segera setelah menyerukan pilihan kami, empat gelas berisi red wine pun disajikan dan langsung ditenggak dengan rakusnya. Setelah mendapat kunci dan diantar oleh petugas ke kamar, salah seorang temanku mengeluhkan pusing yang disusul oleh teman lainnya, aku pun mengiyakan sambil setengah berpikir dalam mode lambat. Pantas saja saat kembali ke counter tadi jalanku sudah tidak benar-benar lurus lagi, sambil saling mentertawakan kebodohan kami. Sepertinya kami sudah mabuk oleh red wine yang tidak tahu berapa persen kadar alkoholnya itu. Untung kemabukan kami itu tidak berlangsung lama, setelah menenangkan diri beberapa saat sambil mengumpulkan baju-baju yang akan dititipkan ke counter hostel untuk dicuci kami segera berangkat menuju tujuan pertama di kota Milan.
Castello Sforzesco (Sforza Castle)Stasiun kereta Centrale di Milan, mewah banget berasa di dalam mall |
Diriku di tengah guyuran hujan di Sforza Castle (difotokan oleh Leny) |
Sforza Castle dari sisi dalam, tembok sisi luar dengan kokoh membentengi |
Mejeng di depan Duomo di keesokan paginya (difotokan oleh Leny) |
Penampakan Duomo di kala senja, di tengah guyuran hujan |
Kemegahan Duomo lebih terlihat di pagi yang cerah |
Kubah di tengah mal (koleksi foto Leny) |
Tampak luar Galleria Vittorio Emanuele II |
Bagian dalam mal, bisa dilihat memang pantas menyandang mal tertua yang terbesar |
Milan
Pagi yang cerah mengawali hari kedua kami di Milan |
Berpapasan dengan pasangan yang kompak ber-cosplay ria, langsung yang terlintas di pikiran adalah seberapa besar koper yang dibawa bila semuanya kostum model ini? |
Stadio Giussepe Meazza / San Siro
Tiba di Lotto, kami kembali bertanya jalan ke beberapa orang yang kami temui termasuk pak polisi yang sedang mangkal di dalam mobilnya. Berbekal pengarahan dari pak polisi kami akhirnya berhasil mencapai tujuan kami, walau sedikit meleset dari segi waktu. Menurut pak polisi kita tinggal lima menit jalan kaki, pada kenyataannya kami menghabiskan hampir setengah jam. Mungkin ukuran kaki kami dan si polisi bule yang menyebabkan perbedaan waktu tersebut, yah mungkin saja atau memang sekedar mengerjai. Kami tiba beberapa saat sebelum San Siro buka, jadilah kami pengunjung pertama yang mengantri di depan loket (ga bisa disebut antri juga wong masih kosong). Setelah menunggu beberapa saat akhirnya loket dibuka, kami segera membeli tiket masuk seharga €14 (paket tour). Dari pintu masuk kami langsung diarahkan ke San Siro Museum. Di sana kami melihat-lihat deretan piala, pakaian bola, foto-foto, dan patung dari para pemain bola Inter Milan maupun AC Milan. Buat yang belum tahu stadion San Siro ini merupakan kandang dari dua klub sepak bola yaitu A.C. Milan dan F.C. Internazionale Milano (Inter Milan).
Untuk nama San Siro berasal dari nama distrik tempat stadion ini berdiri, sedangkan Giussepe Meazza berasal dari nama pemain sepak bola lawas dari klub Inter yang berhasil membawa Italia menjadi juara dunia berturut-turut. Pada awal berdirinya di tahun 1926 Stadion San Siro hanya ditujukan untuk AC Milan, Inter baru mulai berbagi kandang sejak tahun 1947 sampai dengan sekarang. Sedikit berita menggembirakan untuk warga Indonesia adalah kepemilikan saham atas klub Inter saat ini mayoritas dipegang oleh Erick Thohir, seorang pengusaha muda Indonesia. Saat kami berkunjung ke Milan kemarin, berita Erick Thohir akan membeli Inter sedang marak-maraknya di kalangan warga Italia. Sebagian besar dari mereka sangat menyayangkan keputusan Moratti menjual Inter ke tangan orang asing. Kami sempat ditanya perihal ini saat check in di Ostello Bello dan memberi tahu asal negara kami adalah Indonesia, alhasil kami cuma bengong saja karena memang belum tahu. Kembali ke tour kami, setelah mengelilingi museum kami dipanggil berkumpul untuk mengikuti tour singkat ke dalam stadion.
Si mas tour guide yang ganteng menjelaskan sejarah San Siro sambil menggiring kami ke dalam stadion, tempat duduk penonton deretan VIP yang dilanjutkan ke ruang ganti masing-masing klub. Di sini kami dibagi menjadi dua kelompok yang ingin masuk duluan ke ruang ganti AC Milan atau Inter Milan. Kami kompak memilih menyambangi AC Milan terlebih dahulu dan yang mendapat kehormatan untuk membuka kunci pintunya tak lain adalah temanku, Cecil, how lucky! Yang kocak Cecil yang kaget karena terpilih membuka kunci pintu dengan paniknya, sampai-sampai lupa untuk berpose untuk kami abadikan (biasanya narsis). Menurut penjelasan si mas, ruang tunggu kedua klub ini sangat berbeda. Tempat duduk para pemain di ruang tunggu AC Milan berupa jejeran sofa duduk satuan, dimana setiap pemain memiliki tempat duduk dan posisinya masing-masing. Sedangkan tempat duduk di ruang tunggu Inter Milan berupa satu bangku kayu panjang setengah lingkaran yang menggambarkan kesatuan tim dari para pemainnya (rasa kebersamaan kali ya). Selepas dari ruang tunggu kami digiring menuju ruang foto berlatar logo para sponsor dan pintu masuk ke dalam lapangan dan berakhir di San Siro Store tempat belanja suvenir dari kedua klub Milan tersebut. Berakhir sudah tour kami di San Siro, saatnya kembali ke hostel untuk mengambil bagasi dan laundry kami. Untungnya laundry kami sudah selesai seperti yang dijanjikan, segera kami berbagi cucian dan merapikannya ke dalam tas masing-masing dan berangkat menuju stasiun kereta untuk lanjut ke negara berikutnya, Swiss. Sampai jumpa Milan, arrivederci Italia!
San Siro Gal, dengan warna pakaian senada Faktor kebetulan karena baju lain sedang dicuci (difotokan oleh Cecil) |
Grafitti yang menghiasi sepanjang jalan yang kami lalui menuju San Siro. Jalan kaki pun tidak terasa melelahkan lagi, walau agak jauh |
Mejeng di depan loket yang masih tertutup rapat (difotokan oleh Tius) |
Trotoar yang kami lalui menuju ke San Siro Stadium dengan grafitti di sepanjang jalan |
Lapangan Pacuan Kuda San Siro, juga kami lalui di perjalanan menuju stadium |
Akhirnya tiba juga di tujuan, pose dulu di depan San Siro Stadium (difotokan oleh Leny) |
Mobil Alfa Romeo yang keren ini hasil foto iseng selama nunggu loket buka |
Segelintir isi dari San Siro Museum |
Bagian dalam stadium, tepatnya di sisi penonton baris merah "Rosso" di bawah bagian VIP |
Ruang gantinya AC Milan, ada yang bisa tau bangku Kaka yang mana? |
Mejeng dulu di depan kapten-nya Inter, di ruang ganti Inter, bisa dilihat bangku duduknya menyatu berupa bangku panjang (difotokan oleh Leny) |
Saatnya berangkat dengan kereta menuju ke negara tetangga, Swiss. Jangan berani-berani angkat kaki ke atas bangku walau banyak tempat kosong, kalau tidak mau didenda. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar