Surabaya, 13 Februari 2014Setelah menginap semalam di kota Surabaya, menjelang siang aku dan beberapa keluarga yang akan mengikuti tour ke Thailand, Kamboja dan Vietnam berangkat ke Airport Juanda. Secara pribadi aku sebetulnya lebih suka berjalan sendiri ketimbang ikut tour, tapi karena banyak anggota keluarga yang sudah cukup berumur tidak apalah yang penting judulnya tetap jalan-jalan. Setelah semua anggota tour lengkap berkumpul dan check in ke counter Air Asia (pesawat yang kami gunakan menuju ke Bangkok), kami pun segera meluncur ke ruang tunggu keberangkatan. Sekitar jam 4 sore pesawat kami pun lepas landas meninggalkan Juanda menuju Airport Don Mueang, Bangkok. Yang kemudian baru kami ketahui bahwa hari itu merupakan hari terakhir Airport Juanda beroperasi, dikarenakan di hari yang sama pada malam harinya Gunung Kelud meletus.
Bangkok, 13 Februari 2014Kami tiba di Airport Don Mueang cukup malam, untung saja sudah memesan makan saat di atas pesawat. Cukup dengan merogoh kocek sebesar Rp.45.000 nasi lemak dari Air Asia yang hangat dan enak pun dengan cepat tandas untuk mengganjal perut di malam itu. Dikarenakan jalanan Bangkok yang macet, kami pun sedikit terlambat dijemput bis tour dan tiba di Khurana Inn menjelang dini hari. Khurana Inn adalah hotel tempat kami menginap selama 2 malam, berlokasi di daerah Pratunam yang merupakan daerah pusat belanja nya Bangkok. Hati-hati buat yang hobi belanja bisa kalap kalau menginap di daerah ini, banyak tempat untuk menyalurkan hobi kalian itu seperti di Pasar Pratunam dan Indra Square.
|
Suasana Pasar Pratunam di pagi hari, foto diambil dari depan Khurana Inn |
Bangkok, 14 Februari 2014 Wat Traimit (Temple of the Golden Buddha)Wat Pho (Temple of the Reclining Buddha) |
Komplek Wat Pho |
Berlokasi dekat dengan Grand Palace, komplek kuil ini merupakan komplek kuil yang terluas dan tertua di Bangkok dan juga terkenal dengan patung Buddha berbaring terbesar sepanjang 43 meter. Dikenakan biaya untuk tiket masuk sebesar THB 100 cukup pantas untuk mengelilingi komplek yang luas ini. Untuk melihat patung tersebut kita harus melepaskan alas kaki terlebih dahulu, bisa disimpan di tas kain yang dipinjamkan oleh para petugas saat hendak memasuki bangunan tempat patung tersebut berdiam. Begitu pula buat yang berpakaian minim atau kurang sopan akan dipinjamkan baju kain panjang yang wajib dikenakan selama berada di ruangan tersebut. Setelah melewati pintu masuk yang pertama kita lihat di lorong adalah kepala sang Buddha yang sedang ditopang oleh sebelah tangannya, berlanjut sampai dengan ke ujung kakinya ke seberang gedung tersebut. Setelah memutar di ujung lorong, di sisi punggung sang Buddha atau di jalur kembali ke pintu keluar terdengar bunyi gemerincing dari uang-uang logam yang berbenturan dengan mangkuk perunggu. Cukup dengan THB 20, kita bisa mendapatkan semangkuk recehan untuk kita isi ke dalam 108 mangkuk tersebut yang dipercaya dapat membawa keberuntungan. Kenapa 108? Dari sumber yang pernah kubaca konon 108 memiliki makna khusus dalam ajaran Buddha, yang merupakan jumlah dari hawa nafsu manusia. Berasal dari 6 panca indera kita yang bisa merasakan / mengecap 3 hal (senang, sakit, netral), dikalikan lagi dengan 2 jenis nafsu (baik dan buruk) dan dikalikan lagi dengan 3 masa (sekarang, masa lampau, masa depan), 6x3x2x3=108. Kurang lebih begitu penjelasannya, mohon diralat bila salah. Selain patung Buddha berbaring, di komplek ini juga banyak terdapat prang (stupa) dengan desain yang cukup unik dan penuh warna. Buat yang sudah pernah ke Wat Arun mungkin bisa langsung mengenalinya karena kemiripan desain dari kedua Wat tersebut. Lagi-lagi di sini kita bisa mendapatkan sebotol air minum gratis dengan menunjukkan tiket masuk kita di salah satu pojokan dekat pintu masuk ke Buddha tidur, lumayan disimpan dulu kalau-kalau haus pas mengelilingi komplek.
|
Patung Buddha Berbaring (diambil dari bagian kepala, dekat pintu masuk) |
|
Patung Buddha Berbaring (diambil dari kakinya, sisi bagian dalam ruangan) |
|
Para pengunjung yang berbaris memasukkan koin ke dalam jejeran 108 mangkuk |
Selesai menjelajahi komplek Wat Pho dengan sedikit nyasar dan buta arah kami segera menuju ke arah parkiran di luar, takut tertinggal rombongan. Di depan Wat Pho ini banyak sekali jajanan, ada satu jajanan yang aku suka banget di sini. Ga tau apa nama persisnya, yang pasti es krim ini uenaaakk banget plus dengan isinya atau topping yang beraneka macam jadi wajib hukumnya untuk dicoba dijamin ga bakal nyesel. Selain es krim ada juga yang jualan es serut, buah delima, souvenir, nasi briyani, sate sosis cocolan, topi dan lain-lain, pokoknya lengkap banget dah.
|
Ini neh es krim yang bikin kepincut sama jajanan di Thailand (kiri) Foto Bapak penjual es krim, tentu saja setelah minta izin untuk diambil fotonya (kanan) |
Wat Arun (Temple of Dawn) |
Feri, transportasi penyeberangan massal |
Tidak jauh dari Wat Pho, tepatnya berjalan ke kiri dan menyeberang jalan terdapat pasar di pinggir Sungai Chao Phraya. Dari situ kita bisa menaiki kapal feri untuk menyeberangi sungai dengan membayar THB 3 per orang menuju Wat Arun. Buat yang malas mengantri dan berdesakan bisa mencoba alternatif lain, yaitu dengan menyewa kapal hias untuk menyeberang dengan biaya lebih tentunya. Sedangkan tiket masuknya sendiri hanya THB 50, lebih murah bila dibanding dengan tetangganya, Wat Pho.
|
Wat Arun dari depan pada siang hari |
Wat Arun atau yang juga dikenal dengan "Temple of Dawn", mendapatkan sebutan tersebut sesuai dengan namanya Arun yang berasal dari nama dewa dari agama Hindu "Aruna" yang berarti matahari terbit. Sempat ditelantarkan selama beberapa saat sampai masa pemerintahan Rama II memutuskan untuk restorasi dan menambah ketinggian prang sampai dengan 70m. Wat Arun terdiri dari lima prang dengan satu prang utama yang lebih besar di tengah keempat prang lainnya. Struktur bangunannya sendiri memiliki gaya yang cukup unik nyaris serupa dengan prang-prang di Wat Pho, dengan detail warna-warni yang setelah diteliti lebih dekat ternyata berasal dari porselen dan pecah belah yang ditanam ke dalam konstruksi prang tersebut. Prang tersebut bisa dinaiki sampai nyaris ke puncaknya dan disediakannya anak tangga yang cukup memadai, buat yang masih kuat boleh mencoba naik ke atas. Cukup memadai di sini, karena semakin ke atas anak tangga akan semakin curam dan susah untuk dinaiki, sehingga keberadaan pegangan di kedua sisi tangga sangatlah membantu untuk yang mencoba untuk naik kesana. Katanya sih, ini menggambarkan tingkat kesulitan yang kita hadapi berbanding dengan semakin tinggi tingkat kehidupan yang ingin kita capai. Lepas dari itu, yang pasti kalau sudah ke sini sayang juga kalau tidak naik ke puncak, karena dari atas kita bisa menyaksikan keindahan sungai Chao Phraya.
|
Detail dari Wat Arun, yang tediri dari porselen dan pecah belah warna-warni yang tertanam di dalam konstruksi |
|
Pemandangan sungai Chao Phraya dari puncak Wat Arun Tampak di sisi kanan salah satu prang yang mengawal prang utama tempat aku berdiri |
Masih di komplek yang sama terdapat pasar souvenir mulai dari magnet kulkas, topi, baju kaos dan beraneka dagangan lainnya bisa ditemui di sini,
buat yang hobi berbelanja dan tidak sanggup naik ke puncak bisa menghabiskan waktu dan isi dompet di sini. Di sini pula akhirnya aku membeli sebuah topi lebar karena sudah mengaku kalah dengan teriknya matahari Bangkok. Oya, ada satu hal lagi yang didapat saat ke Wat Arun hari itu, karena bertepatan dengan hari Magha Puja dan Valentine, di komplek pelataran Wat Arun hari itu sangat ramai pengunjung mulai dari turis sampai dengan umat yang ingin beribadah di tempat ini. Terkait dengan Magha Puja, altar-altar sembahyang dan upacara keagamaan pun bisa kita temui di beberapa bagian komplek. Dan di atas puncak Wat Arun sendiri terpasang satu lembar kain berwarna pink yang melingkari puncak pagoda yang bertuliskan coret-coretan pesan kasih sayang yang sangat menggambarkan suasana Valentine, berdasar asumsi penulis tentunya walau tidak mengerti arti tulisannya yang pasti gambar love di semua negara sama ^.^
|
Suasana di puncak Wat Arun, ternyata banyak juga yang berani naik sampai ke puncak |
|
Beginilah pemandangan saat mau turun dari puncak Wat Arun, cukup curam ternyata pas naik sih ga terasa |
|
Prang (pagoda) utama Wat Arun |
Se Mien Fo (Maha Brahma)Kalau yang satu ini sering disalahartikan sebagai Buddha berwajah empat, padahal sosok sebenarnya dari Se Mien Fo ini adalah Dewa Brahma. Asal-usulnya Dewa Brahma sampai memiliki 4 wajah dimulai dari ketertarikannya terhadap kecantikan Dewi Saraswati yang selalu menghindari tatapannya. Saat Dewi Saraswati menghindar ke kanan Dewa Brahma memunculkan kepala baru di sisi kanan wajahnya, demikian pula saat ia menghindar ke kiri dan ke belakang sampai akhirnya ada 4 wajah di setiap penjuru arah. Lalu kenapa Se Mien Fo yang berlokasi di pusat perbelanjaan MBK Bangkok ini sedemikian terkenalnya sehingga orang-orang dari berbagai penjuru dunia suka mampir memohon di depan altarnya? Semua itu karena berita yang tersebar kalau memohon dengan nazar tertentu di tempat ini, seringkali terkabul. Seperti kisah si gadis yang putus cinta dan bisa kembali berbahagia dengan pasangannya, yang menari telanjang di depan altar untuk memenuhi nazarnya. Konon kisah si gadis ini merupakan cikal bakal dari ketenaran Se Mien Fo di kalangan dunia. Karena kondisi Bangkok yang waktu itu masih dikategorikan rawan karena demo, waktu kami ke sana kami tidak bisa masuk melihat Se Mien Fo dari dekat, hanya bisa dari depan pagar saja. Tapi buat yang mau memanjatkan permohonan dan nazar di sana tetap bisa walau dari depan pagar, dengan membeli paket bunga, dupa dan lilin seharga THB 200 dari para penjaja di sekitar. Kenapa bisa mahal dan tidak ditawar dulu, sedikit banyak karena ada kepercayaan kalau belanja buat sembahyang kurang manjur kalau pakai acara ditawar dulu. Selebihnya cukup mengikuti arahan mereka, mulai dari pasang lilin, menaruh kalungan bunga, memanjatkan doa dengan mengangkat dupa, sampai dengan menempelkan kertas emas. Yah mungkin agak terbolak-bolak caranya karena mendengarkan pengarahan dalam bahasa Thai yang so pasti aku ga ngerti plus di tengah desakan orang-orang yang ramai memanjatkan doa di sana.
|
Se Mien Fo di malam hari, pagar depan sudah ditutup dan lantai sedang disikat oleh petugas |
Yak, sampai di sini saja perjalananku di Bangkok kali ini. Siap untuk berangkat ke tujuan berikutnya masih di negeri gajah putih ini, sampai bertemu di post berikutnya ^-^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar